KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas karunia yang diberikan sehingga terwujudnya Buku Ajar Mata Kuliah Evaluasi
Pendidikan Geografi . Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh
mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, dengan bobot 2 SKS. Pada
Universitas Prof.DR.Hazairin,SH Bengkulu
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi. Bahan
ajar ini dapat terlaksana atas dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Bapak
Dekan Dr.Edwar,M.Pd Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
2. Bapak
Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Drs.Warsa Sugandi K,M.Pd Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
3. Bapak
dan Ibu dosen dilingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
Buku Ajar ini diharapkan berguna untuk dapat menumbuhkembangkan
motivasi dan aspirasi untuk mengaktifkan mahasiwa, membantu mahasiswa berpikir
produktif, dapat merangsang keingintahuan dan dapat membantu mahasiswa
mengekspresikan gagasan dan ide-idenya. Bagi dosen diharapkan dapat bermanfaat
dalam meningkatkan komunikasi dengan mahasiswa, mempermudah evaluasi dan
monitoring proses pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun.
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
GARIS GARIS
BESAR PROGRAM PEMBEL
AJARAN ................................................................................................................. 3
BAB
I
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
A.
Pengertian
Evaluasi........................................................................................
4
B.
Persamaan dan Perbedaan Evaluasi
dengan Penilaian. ............................ 8
C.
Kedudukan
Evaluasi dalam Pembelajaran ................................................. 9
D.
Tujuan Dan
Fungsi Penilaian ...................................................................... 11
E.
Prinsip-prinsip
Evaluasi ............................................................................... 12
BAB
II
PERENCANAAN
DAN PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A.
Perencanaan
Evaluasi .................................................................................. 14
BAB III
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS TES
A.
Pengantar ....................................................................................................... 18
B.
Pengembangan Tes Bentuk Uraian ............................................................. 18
C.
Metode Pengoreksian
Soal Bentuk Uraian ................................................. 23
UJIAN
MID SEMESTER
BAB IV
PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF, LISAN DAN TINDAKAN
A.
Pengantar ....................................................................................................... 27
B.
Pengembangan Tes Objektif ........................................................................ 27
C.
Kebaikan dan
Kelemahan Test Objektif ..................................................... 35
D.
Pengembangan Tes
Lisan ............................................................................. 36
E.
Pengembangan Tes
Tindakan (performance test) ....................................... 36
BAB V
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS
NON TES
A.
Pengantar ....................................................................................................... 38
B.
Observasi
(observation)................................................................................... 38
C.
Wawancara
.................................................................................................... 39
D.
Skala
Sikap ..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
UJIAN SEMESTER
GARIS
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
MATA KULIAH
Kode/SKS
Jurusan
Semester
Tahun Akademik
Deskripsi Mata kuliah
ujuan
Instruksional
Umum
|
EVALUASI
PEMBELAJARAN GEOGRAFI
GKB 454 /2 SKS
Pendidikan
Geografi
Ganjil
2013-2014
Untuk
mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya dengan
mengadakan penilaian terhadap hasil belajar anak didik sebagai produk dari
sebuah proses pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajaran tidak terlepas
dari kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Dengan diadakannya penilaian,
maka ssiwa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran
yang diberikan oleh guru. Dan bagi Guru, dengan penilaian ini, guru dapat
mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena
sudah berhasil menguasai bahan (pelajaran), maupun mengetahui ssiwa-siswa
yang belum berhasil menguasai bahan (pelajaran).
1. Mahasiswa dapat
1.
Mengetahui
pentingnya penilaian di kelas
2.
Memotivasi
pembelajaran anak didik di dalam kelas
3.
Mengetahui
efektivitas kegiatan belajar mengajar
4.
Sebagai
pendidik kita senantiasa ingin mengetahui apakah dan hingga manakah
tercapainya tujuan yang kita tetapkan dalam proses pembelajaran di dalam
kelas
|
BAB I
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN
EVALUASI
DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian Evaluasi
Dalam sistem pembelajaran (maksudnya pembelajaran sebagai suatu
sistem), evaluasi merupakan salah komponen penting dan tahap yang harus
ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang
diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam
memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di sekolah,
Anda sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian, ujian akhir
semester, ujian blok, tagihan, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan
sebagainya. Istilah- istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem
evaluasi itu sendiri.
Coba Anda simak beberapa pengertian istilah berikut ini !
Apa itu tes ?
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang
berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian
dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai
metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan
tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk
menyelesaikan Suatu masalah tertentu.
Sebagaimana dikemukakan Sax (1980 : 13) bahwa “a test may be defined as a
task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be
representative of educational or psychological traits or attributes”. (tes
dapat didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk
memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau
aribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal atau
perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil
kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk
menarik simpulan-simpulan tertentu terhadap peserta didik.
Sementara itu, S. Hamid Hasan (1988 : 7) menjelaskan “tes adalah
alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat
terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan”. Rumusan ini lebih
terfokus kepada tes sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan
hanya ada dalam prosedur penelitian, tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi.
Dengan kata lain, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat,
antara lain tes. Tes dapat berupa pertanyaan. Oleh sebab itu, jenis pertanyaan,
rumusan pertanyaan, dan pola jawaban yang disediakan harus memenuhi suatu
perangkat kriteria yang ketat. Demikian pula waktu yang disediakan untuk
menjawab soal-soal serta administrasi penyelenggaraan tes diatur secara khusus
pula. Persyaratan-persy aratan ini berbeda dengan alat pengumpul data lainnya.
Dengan demikian, tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang
berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Artinya,
fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku
yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai
materi pelajaran yang telah disampaikan.
Apa itu pengukuran ?
Ahmann dan Glock dalam S.Hamid Hasan (1988 : 9) menjelaskan
‘in the last analysis measurement is only a part, although a very substansial
part of evaluation. It provides information upon which an evaluation can be
based… Educational measurement is the process that attempt to obtain a quantified
representation of the degree to which a trait is possessed by a pupil’.
(dalam analisis terakhir, pengukuran hanya merupakan bagian, yaitu bagian yang
sangat substansial dari evaluasi. Pengukuran menyediakan informasi, di mana
evaluasi dapat didasarkan ... Pengukuran pendidikan adalah proses yang berusaha
untuk mendapatkan representasi secara kuantitatif tentang sejauh mana suatu
cirri yang dimiliki oleh peserta didik). Pendapat yang sama dikemukakan oleh
Wiersma dan Jurs (1985), bahwa “technically, measurement is the assignment
of numerals to objects or events according to rules that give numeral
quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari
angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka
secara kuantitatif).
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Kata
“sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar,
white board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus
menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar,
yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Dalam bidang
pendidikan, psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan
pengukuran biasanya menggunakan tes. Dalam sejarah perkembangannya, aturan
mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori pengukuran psikologi yang
dinamakan psychometric. Namun demikian, boleh saja suatu kegiatan
evaluasi dilakukan tanpa melalui proses pengukuran.
Apa itu penilaian ?
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah
assessment, bukan dari istilah evaluation. Dalam proses
pembelajaran, penilaian sering dilakukan guru untuk memberikan berbagai
informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang
telah dicapai peserta didik. Artinya, penilaian tidak hanya ditujukan pada
penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi bersifat menyeluruh yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Sementara itu,
Anthony J.Nitko (1996 : 4) menjelaskan “assessment is a broad term defined
as a process for obtaining information that is used for making decisions about
students, curricula and programs, and educational policy”. (penilaian adalah
suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan
tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan). Dalam
hubungannya dengan proses dan hasil belajar, penilaian dapat didefinisikan
sebagai suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam
rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan
tertentu.
Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, keputusan tersebut
dapat menyangkut keputusan tentang peserta didik, keputusan tentang kurikulum
dan program atau juga keputusan tentang kebijakan pendidikan. Keputusan tentang
peserta didik meliputi pengelolaan pembelajaran, penempatan peserta didik sesuai
dengan jenjang atau jenis program pendidikan, bimbingan dan konseling, dan
menyeleksi peserta didik untuk pendidikan lebih lanjut. Keputusan tentang
kurikulum dan program meliputi keefektifan (summative evaluation) dan
bagaimana cara memperbaikinya (formative evaluation). Keputusan tentang
kebijakan pendidikan dapat dibuat pada tingkat lokal/daerah (kabupaten/kota),
regional (provinsi), dan tingkat nasional. Keputusan penilaian terhadap suatu
hasil belajar sangat bermanfaat untuk membantu peserta didik merefleksikan apa
yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong tanggung jawab
dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik
(peer) atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan
keputusan perlu menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan
hasil penilaian. Pengambilan keputusan harus dapat membimbing peserta didik
untuk melakukan perbaikan hasil belajar.
Apa itu evaluasi ?
Guba dan Lincoln (1985 : 35), mendefinisikan evaluasi sebagai
“a process for describing an evaluand and judging its merit and worth”.
(suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang
makna dan nilainya). Sax (1980 : 18) juga berpendapat “evaluation is a
process through which a value judgement or decision is made from a variety of
observations and from the background and training of the evaluator”.
(evaluasi adalah suatu proses dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai
dibuat dari berbagai pengamatan, latar belakang serta pelatihan dari
evaluator). Dari dua rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita peroleh gambaran
bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk
menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan
dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan. Berdasarkan pengertian
ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami lebih lanjut, yaitu :
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).
Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas daripada sesuatu,
baik yang menyangkut tentang nilai maupun arti. Sedangkan kegiatan untuk sampai
kepada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Jika Anda melakukan kajian
tentang evaluasi, maka yang Anda lakukan adalah mempelajari bagaimana proses pemberian
pertimbangan mengenai kualitas daripada sesuatu. Gambaran kualitas yang
dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan.
Proses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti
terencana, sesuai dengan prosedur dan aturan, dan terus menerus.
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada
sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. S. Hamid Hasan (1988 :
14-15) secara tegas membedakan kedua istilahtersebut sebagai berikut : Pemberian
nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai
evaluan tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi
pertimbangan yang diberikan sepenuhnya
berdasarkan apa evaluan itu sendiri………………………
Sedangkan
arti, berhubungan dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks
tertentu…. Tentu saja kegiatan evaluasi yang komprehensif adalah yang meliputi
baik proses pemberian keputusan tentang nilai dan proses keputusan tentang
arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus selalu
meliputi keduanya. Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan
Scriven (1967) adalah formatif dan sumatif. Jika formatif dan sumatif merupakan
fungsi evaluasi, maka nilai dan arti adalah hasil kegiatan yang dilakukan oleh
evaluasi.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan
(judgement). Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep
dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti (worth
and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian
pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah
berdasarkan criteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai
dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan
sebagai evaluasi. Kriteria yang digunakan dapat saja berasal dari apa yang
dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa juga berasal dari luar apa yang
dievaluasi (eksternal),
B. Persamaan dan Perbedaan Evaluasi dengan Penilaian.
Persamaannya adalah
keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Di samping
itu, alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama. Sedangkan
perbedaannya terletak pada ruang lingkup (scope) dan pelaksanaannya.
Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah
satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar peserta didik.
Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal, yakni
orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem pembelajaran yang
bersangkutan. Misalnya, guru menilai prestasi belajar peserta didik, supervisor
menilai kinerja guru, dan sebagainya. Ruang lingkup evaluasi lebih luas,
mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem pendidikan, sistem
kurikulum, system pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal
(evaluasi internal) tetapi juga pihak eksternal (evaluasi eksternal), seperti
konsultan mengevaluasi suatu program.
Evaluasi dan penilaian
lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan
salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi
kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan
belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi dan
penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu
objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan
kepada hasil pengukuran (quantitative description), tetapi dapat pula
didasarkan kepada hasil pengamatan dan wawancara (qualitative description).
Untuk memahami lebih jauh tentang istilah-istilah dalam evaluasi, coba Anda
perhatikan juga ilustrasi berikut ini. Ibu Euis ingin mengetahui apakah peserta
didiknya sudah menguasai kompetensi dasar dalam mata pelajaran Aqidah-Akhlak.
Untuk itu, Ibu Euis memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif pilihan-ganda
sebanyak 50 soal kepada peserta didiknya (artinya Bu Euis sudah menggunakan
tes). Selanjutnya, Ibu Euis memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai
dengan kunci jawaban, kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor
mentahnya. Ternyata, skor mentah yang diperoleh peserta didik sangat bervariasi,
ada yang memperoleh skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya (sampai disini sudah
terjadi pengukuran). Angka atau skor-skor tersebut tentu belum mempunyai
nilai/makna dan arti. Untuk memperoleh nilai dan arti dari setiap skor
tersebut, Ibu Euis melakukan pengolahan skor dengan pendekatan PAP.
Hasil pengolahan dan
penafsiran dalam skala 0 – 10 menunjukkan bahwa skor 25 memperoleh nilai 5
(berarti tidak menguasai), skor 36 memperoleh nilai 6 (berarti cukup
menguasai), skor 44 memperoleh nilai 8 (berarti menguasai), dan skor 47
memperoleh nilai 9 (berarti sangat menguasai). Sampai disini sudah terjadi
proses penilaian. Ini contoh dalam ruang lingkup hasil belajar. Jika Ibu Euis
ingin menilai seluruh komponen pembelajaran (ketercapaian tujuan, keefektifan
metode dan media, kinerja guru, dan lain-lain), barulah terjadi kegiatan
evaluasi pembelajaran.
Dengan demikian,
pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan
penetapan kualitas (nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen
pembelajaran, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sedangkan penilaian
hasil belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan
dan menyeluruh dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menilai
pencapaian proses dan hasil belajar peserta didik.
C. Kedudukan Evaluasi dalam
Pembelajaran
Kata dasar “pembelajaran”
adalah belajar. Dalam arti sempat pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu
proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan
belajar. Sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena
interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman. Perubahan tingkah laku
tersebut bukan karena pengaruh obat-obatan atau zat kimia lainnya dan cenderung
bersifat permanen. Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan
istilah “pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks guru
dengan peserta didik
di kelas/madrasah, sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada
dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas secara formal, tetapi juga
meliputi kegiatan-kegiatan belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin
saja tidak dihadiri oleh guru secara fisik. Kata “pembelajaran” lebih
menekankan pada kegiatan belajar peserta didik (child-centered) secara
sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial,
sedangkan kata “pengajaran” lebih cenderung pada kegiatan mengajar guru
(teacher-centered) di kelas. Dengan
demikian, kata “pembelajaran” ruang lingkupnya lebih luas daripada kata
“pengajaran”. Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan
yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara
pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk
menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta
didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau
tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.
Apa implikasi pengertian
pembelajaran ini bagi Anda sebagai guru ?
1. Pembelajaran adalah
suatu program. Ciri suatu program adalah sistematik, sistemik, dan terencana.
Sistematik artinya keteraturan. Anda harus dapat membuat program pembelajaran
dengan urutan langkah-langkah tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan evaluasi. Setiap langkah harus bersyarat, dimana langkah pertama
merupakan syarat untuk masuk langkah kedua, dan seterusnya. Sistemik
menunjukkan adanya suatu sistem. Anda harus memahami pembelajaran sebagai suatu
sistem yang terdapat berbagai komponen, antara lain tujuan, materi, metoda,
media, sumber belajar, evaluasi, peserta didik, lingkungan dan guru yang saling
berhubungan dan ketergantungan satu sama lain serta berlangsung secara
terencana. Anda juga harus dapat membuat rencana program pembelajaran dengan
baik, artinya disusun melalui proses pemikiran yang matang. Hal ini penting,
karena perencanaan program merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakannya
pada situasi nyata.
2. Setelah pembelajaran
berproses, tentu Anda perlu mengetahui keefektifan dan efisiensi semua komponen
yang ada dalam proses pembelajaran. Untuk itu, Anda harus melakukan evaluasi
pembelajaran. Begitu juga ketika peserta didik selesai mengikuti proses
pembelajaran, tentu mereka ingin
mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai. Untuk itu, Anda harus
melakukan penilaian hasil belajar. Dalam pembelajaran terdapat proses
sebab-akibat. Guru yang mengajar merupakan penyebab utama atas terjadinya
tindakan belajar peserta didik, meskipun tidak setiap tindakan belajar peserta
didik merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu, Anda sebagai “figur
sentral”, harus mampu
D. Tujuan Dan Fungsi Penilaian
Tujuan umum penilaian berbasis kelas
adalah untuk memberikan penghargaan terhadap pencapaian hasil belajar peserta
didik dan memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Perhatikan gambar
berikut ini:
Tujuan penilaian sebagaimana
berikut:
1)
Mendeskripsikan
kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan
kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
2)
Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan
pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah
tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
3)
Menetukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni
melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan
pengajaran serta strategi pelaksananya. Kegagalan para siswa dalam hasil
belajar yang dicapainya hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri
siswa semata-mata, tetapi juga bias disebabkan oleh program pengajaran yang
diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program
tersebut.
4)
Memberikan pertanggungjawaban (accountability)
dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan
Fungsi penilaian bagi peserta didik dan guru antara lain:
1) Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan proses
pembelajaran.
2)
Membantu
peserta didik dalam mewujudkan dirinya dengan mengubah atau mengembangkan
perilakunya ke arah yang lebih baik dan maju.
3)
Membantu peserta didik mendapat kepuasan atas apa
yang telah dikerjakannya.
4)
Membantu
guru menetapkan apakah strategi, metode, dan media mengajar yang digunakannya
telah memadai.
5)
Membantu
guru dalam membuat pertimbangan dan keputusan administrasi.
6)
Fungsi formatif, yaitu
untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi
peserta didik
7)
Fungsi sumatif, yaitu
untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada berbagai
pihak, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus-tidaknya peserta didik.
8)
Fungsi diagnostik, yaitu
untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar, dimana hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
dalam memecahkan kesulitan- kesulitan tersebut.
9)
Fungsi penempatan, yaitu
untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya
dalam penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik.
E. Prinsip-prinsip Evaluasi
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan
prinsip-prinsip sebagaimana berikut:
1.
Sohih
(Valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2.
Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas tidak dipengaruhi subjektifitas penilai.
3.
Adil,
penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik.
4.
Terpadu,
yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.
Terbuka,
yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengembilan keputusan
dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
6.
Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai untuk
memantau perkembangan kemampuaan peserta didik.
7.
Sistematis,
yakni penilaian dilakuakn secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah yang baku.
8.
Menggunakan
acuan kriteria, yakni didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan.
9.
Akuntabel,
yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik
prosedur, maupun hasilnya
Untuk
memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, Anda harus memperhatikan
prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai berikut :
1.
Kontinuitas Evaluasi tidak boleh dilakukan secara
insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu.
Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi
yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil
pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti
tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak
dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari
dimensi input.
2.
Komprehensif Dalam
melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu
sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik,
maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang
menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek
evaluasi yang lain.
3.
Adil dan objektif Dalam
melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta
didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda juga hendaknya
bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat
negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan
fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4.
Kooperatif Dalam kegiatan
evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua
peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri.
Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan
pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
5.
Praktis Praktis mengandung
arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun
orang lain yang akan menggunakan alat tersebut.
BAB II
PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN EVALUASI
PEMBELAJARAN
A. Perencanaan Evaluasi
1. Menentukan
Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi, Anda tentu mempunyai maksud atau
tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu umum, karena tidak dapat
menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk mengetahui
tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan.
Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar
peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi
harus dirumuskan sesuai dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti
formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi.
Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain
hasil belajar. Menurut Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan
dalam tiga domain, yaitu :a. Domain
kognitif (cognitif domain) ; 1) Pengetahuan ( knowledge) ,2)
Pemahaman (comprehension), 3) Aplikasi (aplication), 4) Analisis
(analysis) 5) Sintesis (synthesis) 6) Evaluasi (evaluation) b. Domain afektif (affective domain)
1) Penerimaan (recieving) 2) Respons (responding) 3)
Penilaian (valuing) 4) Organisasi (organization) 5) Karakterisasi
(characterization by a value or value-complex) c. Domain psikomotor (psychomotor domain) 1) Persepsi
(perception) 2) Kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set) 3)
Respons terbimbing (guided response) 4) Kemahiran (complex overt
response) 5) Adaptasi (adaptation) 6) Orijinasi (origination)
2. Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul
representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh
guru kepada peserta didik. Jika materi evaluasi tidak relevan dengan materi
pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil evaluasi itu urang baik. Begitu juga jika materi evaluasi
terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama.
Untuk melihat apakah materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau
apakah materi evaluasi terlalu banyak atau kurang, Anda harus menyusun kisi-kisi
(lay-out atau blue-print atau table of specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk
berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu.
Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal
menjadi perangkat tes. Jika Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan
memperoleh perangkat soal yang relatif sama sekalipun penulis soalnya berbeda.
Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus
setiap mata pelajaran
Sebenarnya, format kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu
banyak model format yang dikembangkan para pakar evaluasi. Namun demikian,
sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua
komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen
identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat
dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang
madrasah, jurusan/program studi (bila ada), bidang studi/mata pelajaran, tahun
ajaran dan semester, kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan,
dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar,
materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor urut soal. Contoh
:
KISI-KISI SOAL
Tahun Pelajaran 2013-2014
Nama sekolah : SMA Muhammadiyah 4
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Jurusan : XII / IPS
Semester
: 1 ( satu )
Jumlah soal : 40
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Materi Pembelajaran
|
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
Bentuk soal
|
Nomor soal
|
Ket
|
……
|
……
|
……
|
……
|
……
|
…
|
…
|
……
|
……
|
……
|
……
|
……
|
…
|
…
|
Dalam praktiknya, penggunaan kata
kerja operasional untuk setiap indicator harus disesuaikan dengan domain dan
jenjang kemampuan yang diukur.
Berikut contoh rumusan kata kerja
operasional.
a.
Domain kognitif : 1) Pengetahuan/ingatan : mendefinisikan,
memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan,
menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, menyatakan, dan
sebagainya. 2) Pemahaman :
mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan,
menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan kata-kata
sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya. 3) Penerapan : menghitung,
mendemonstrasikan, mengungkapkan
mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan, dan sebagainya. 4) Analisa : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan,
menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan
sebagainya. 5) Sintesa :
menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan, merencanakan,
menjelaskan, membangkitkan, mengorganisir,
erevisi,
menyimpulkan, menceritakan, dan
sebagainya. 6) Evaluasi : menilai,
membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan
kebenaran, menyokong, dan sebagainya.
b. Domain afektif : 1) Kemauan menerima : bertanya, memilih,
menggambarkan, mengikuti, memberi, berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan
sebagainya. 2) Kemauan menanggapi : menjawab, membantu, memperbincangkan,
memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan,
menuliskan, memberitahu, dan sebagainya. 3) Berkeyakinan : melengkapi,
menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan, bekerjasama, mencoba, dan
sebagainya. 4) Ketekunan, ketelitian : merevisi, melaksanakan, memeriksa
kebenaran, melayani, dan sebagainya
c. Domain psikomotor : Menirukan, menggunakan, artikulasi
(mengucapkan dengan nyata, menyatukan dengan menyambung), mewujudkan, membina,
menukar membersihkan, menyusun,
menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisir, mengikat,
mencampur, mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai,
memanaskan, mengidentifikasi, dan sebagainya.
3. Menulis
Soal
Penulisan
soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat ukur
atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi.
Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda
perlu menentukan ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya.
Ruang lingkup materi yang hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum
yang digunakan agar derajat keesuaian dapat diperoleh secara optimal. Misalnya,
aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid, fungsi dan peranan ilmu tajwid,
cara membaca. al-Qur’an sesuai dengan tajwid dan makhroj. Selanjutnya,
ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya
bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik. Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara
bervariasi agar kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal
yang lain. Dalam kisi-kisi, Anda harus memperhatikan domain yang akan diukur,
seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada pula sistematika yang lebih sederhana
yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek recall
berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi,
fakta, konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan
kemampuan-kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi,
menafsirkan fakta (grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari
suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada
non-verbal atau dari verbal ke dalam bentuk rumus), memprakirakan akibat atau
konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek aplikasi meliputi
kemampuan-kemampuan antara lain : menerapkan hukum/prinsip/teori dalam suasana
yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan
lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain.
Tingkat kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat
mengetahui dan menetapkan berapa jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan
mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal untuk tiap-tiap tingkat kesukaran
tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih banyak daripada
jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar sama
banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %.
Contoh :
KISI-KISI SOAL
Tahun Pelajaran 2013-2014
Nama sekolah : SMA Muhammadiyah 4
Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Jurusan : XII / IPS
Semester
: 1 ( satu )
Jumlah soal : 40
MATERI
|
PILIHAN GANDA
|
Ket
|
|||
Pengetahuan
30%
|
Pemahaman
30%
|
Aplikasi
40%
|
jumlah
|
||
A
40%
|
5
|
5
|
6
|
16
|
|
B
40%
|
5
|
5
|
6
|
16
|
|
C
20%
|
2
|
2
|
4
|
8
|
|
BAB
III
PENGEMBANGAN
ALAT EVALUASI JENIS TES
A. Pengantar
Banyak alat yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi. Salah
satunya adalah tes. Istilah tes tidak hanya populer di lingkungan persekolahan
tetapi juga di luar sekolah bahkan di masyarakat umum. Anda mungkin sering
mendengar istilah tes kesehatan, tes olah raga, tes makanan, tes kendaraan, dan
lain-lain. Di sekolah juga sering kita dengar istilah pretes, postes, tes
formatif, tes sumatif, dan sebagainya. Dalam kegiatan pembelajaran, tes banyak
digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik dalam bidang kognitif,
seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Penggunaan tes dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak dahulu kala, sejak
orang mengenal pendidikan itu sendiri. Artinya, tes mempunyai makna tersendiri
dalam pendidikan dan pembelajaran.
Istilah ”tes” berasal dari bahasa Perancis, yaitu ”testum”,
berarti piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain,
seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, istilah tes
diadopsi dalam psikologi dan pendidikan. Dilihat dari jumlah peserta didik, tes
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Dilihat
dari kajian psikologi, tes dibagi menjadi empat jenis, yaitu tes intelegensia
umum, tes kemampuan khusus, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Dilihat
dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes
buatan guru dan tes standar. Dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, tes
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan dan tes
tindakan. Tes juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tes kemampuan
(power test) dan tes kecepatan (speeds test). Kompetensi yang harus
Anda kuasai setelah mempelajari modul ini adalah mengetahui dan memahami
berbagai konsep, prinsip dan jenis tes serta terampil mengembangkan tes untuk
mengukur tingkat penguasaan peserta didik dalam domain kognitif
B. Pengembangan Tes Bentuk Uraian
Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan, maka tes dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kemampuan dan tes kecepatan.
1. Tes Kemampuan (power test) Prinsip tes kemampuan
adalah tidak adanya batasan waktu di dalam pengerjaan tes. Jika waktu tes tidak
dibatasi, maka hasil tes dapat mengungkapkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya. Sebaliknya, jika waktu pelaksanaan tes dibatasi, maka ada
kemungkinan kemampuan peserta didik tidak dapat diungkapkan secara utuh.
Artinya, skor yang diperoleh bukan menggambarkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya. Namun demikian, bukan berarti peserta didik yang paling lambat
harus ditunggu sampai selesai. Tes kemampuan menghendaki agar sebagian peserta
didik dapat menyelesaikan tes dalam waktu yang disediakan. Implikasinya adalah
guru harus menghitung waktu pelaksanaan
tes yang logis, rasional, dan proporsional ketika menyusun kisi-kisi tes.
2. Tes Kecepatan (speed test) Aspek yang diukur dalam tes
kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada waktu
atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah, karena aspek
yang diukur benar- benar kecepatan bekerja atau kecepatan berpikir peserta
didik, bukan kemampuan lainnya. Misalnya, guru ingin mengetes kecepatan
berlari, kecepatan membaca, kecepatan mengendarai kendaraan, dan sebagainya
dalam waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya, dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, maka tes
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes
perbuatan. Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah
tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis. Tes
tertulis ada yang bersifat formal dan ada pula yang bersifat nonformal. Tes
yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar yang
diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh pemerintah. Tes
formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan atas standar tertentu
yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk tujuan tertentu dan
lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam
situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi. Tes tertulis ada dua
bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk uraian. Mengingat bentuk
uraian ini banyak kelemahannya, maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam
bentuk yang lain, yaitu tes objektif. Namun demikian, tidak berarti bentuk
uraian ditinggalkan sama sekali. Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur
kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut
bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan,
mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata- katanya sendiri dalam
bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan lainnya.
Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif, karena dalam
pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektifitas guru. Dilihat dari
luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan
uraian bebas (extended respons items).
1. Uraian Terbatas Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas
ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya.
Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada
pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan
batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh :
a. Jelaskan bagaimana terjadinya
pergerakan lempeng yang ada di bumi ? ..
b. Sebutkan lima Lempeng yang ada di
Dunia !
2. Uraian Bebas Dalam bentuk
ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika
sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.
Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang
berbeda-beda. Namun demikian, guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan
dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh :
a. Jelaskan kondisi wilayah di daerah
yang telah di lada bencana Tsunami !
b. Bagaimana Peranan pemerintah
terhadap korban bencana Tsunami tersebut
?
Sehubungan dengan kedua
bentuk uraian di atas, Depdikbud sering menyebutnya dengan istilah lain, yaitu
Bentuk Uraian Objektif (BUO) dan Bentuk Uraian Non Objektif (BUNO). Kedua
bentuk ini sebenarnya merupakan bagian dari bentuk uraian terbatas, karena pengelompokkan
tersebut hanya didasarkan pada pendekatan/cara pemberian skor. Perbedaan BUO
dan BUNO terletak pada kepastian pemberian skor. Pada soal BUO, kunci jawaban
dan pedoman penskorannya lebih pasti. Kunci jawaban disusun
menjadi beberapa bagian dan setiap bagian diberi skor. Sedangkan pada soal
BUNO, pedoman penskoran dinyatakan dalam rentangan (0 – 4 atau 0 – 10),
sehingga pemberian skor dapat dipengaruhi oleh unsur subjektif.
Untuk
mengurangi unsur subjektifitas ini, Anda dapat melakukannya dengan cara membuat
pedoman penskoran secara rinci dan jelas, sehingga pemberian skor
dapat relatif sama.
1. Bentuk Uraian Objektif
(BUO). Bentuk uraian seperti ini memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan
yang relatif lebih pasti, sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif.
Sekalipun pemeriksa berbeda tetapi dapat menghasilkan skor yang relatif sama.
Soal bentuk ini memiliki kunci jawaban yang pasti, sehingga jawaban benar bisa
diberi skor 1 dan jawaban salah 0. Anthony J.Nitko (1996) menjelaskan bentuk
uraian terbatas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar yang kompleks,
yaitu berupa kemampuan-kemampuan : menjelaskan hubungan sebab-akibat,
melukiskan pengaplikasian prinsip- prinsip, mengajukan argumentasi-argumentasi
yang relevan, merumuskan hipotesis dengan tepat, merumuskan asumsi yang tepat,
melukiskan keterbatasan data, merumuskan kesimpulan secara tepat, menjelaskan
metoda dan prosedur, dan hal-hal sejenis yang menuntut kemampuan peserta didik
untuk melengkapi jawabannya. Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor
hanya dimungkinkan menggunakan dua kategori, yaitu benar atau salah. Untuk
setiap kata kunci yang benar diberi skor 1 (satu) dan untuk kata kunci yang
dijawab salah atau tidak dijawab diberi skor 0 (nol). Dalam satu rumusan jawaban
dapat mengandung lebih dari satu kata kunci, sehingga skor maksimum jawaban
dapat lebih dari satu. Kata kunci tersebut dapat berupa kalimat, kata,
bilangan, simbol, gambar, grafik, ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan
dengan pembagian yang tegas seperti ini, unsur subjektifitas dapat dihindari
atau dikurangi. Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk uraian
objektif adalah :
a. Tuliskan semua kata
kunci atau kemungkinan jawaban benar secara jelas untuk setiap soal.
b. Setiap kata kunci yang
dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor setengah untuk jawaban yang kurang
sempurna. Jawaban yang diberi skor 1 adalah jawaban sempurna, jawaban lainnya
adalah 0.
c. Jika satu pertanyaan
memiliki beberapa sub pertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal
tersebut menjadi beberapa kata kunci sub jawaban dan buatkan skornya
2.
Bentuk Uraian Non-Objektif (BUNO).
Bentuk soal seperti ini
memiliki rumusan jawaban yang sama dengan rumusan jawaban uraian bebas, yaitu
menuntut peserta didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan
memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan
cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian
tertulis sehingga dalam penskorannya sangat memungkinkan adanya unsur
subjektifitas. Bentuk uraian bebas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar
yang bersifat kompleks, seperti kemampuan menghasilkan, menyusun dan menyatakan
ide-ide, memadukan berbagai hasil belajar dari berbagai bidang studi,
merekayasa bentuk-bentuk orisinal (seperti mendisain sebuah eksperimen), dan
menilai arti atau makna suatu ide. Dalam penyekoran soal bentuk uraian
non-objektif, skor dijabarkan dalam rentang. Besarnya rentang skor ditetapkan
oleh kompleksitas jawaban, seperti 0 – 2, 0 -4, 0 – 6, 0 – 8, 0 – 10 dan
lain-lain. Skor minimal harus 0, karena peserta didik yang tidak menjawab pun
akan memperoleh skor minimal tersebut.
Sedangkan skor maksimum ditentukan oleh penyusun soal
dan keadaan jawaban yang dituntut dalam soal tersebut. Adapun langkah-langkah
pemberian skor untuk soal bentuk uraian non-objektif adalah :
a.
Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan
pegangan dalam pemberian skor.
b.
Tetapkan rentang skor untuk setiap kriteria jawaban.
c.
Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban yang
diberikan oleh peserta didik.
d.
Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria jawaban sebagai skor
peserta didik. Jumlah skor tertinggi dari setiap criteria jawaban disebut skor
maksimum dari suatu soal.
e.
Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta didik sebelum pindah ke
nomor soal yang lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor berbeda
terhadap jawaban yang sama.
f. Jika
setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta
didik untuk setiap soal. Kemudian hitunglah nilai tiap soal dengan rumus :
Skor perolehan peserta didik
Nilai
Tiap Soal = ———————————————— x bobot soal
skor maksimum tiap butir soal
g.
Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah nilai ini disebut
nilai akhir dari suatu perangkat tes yang diberikan.
Untuk
meningkatkan objektifitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang
harus Anda perhatikan, antara lain :
1. Untuk
memperoleh soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula.
Anda harus mengingat kembali prinsip-prinsip penyusunan tes dan langkah-langkah
pengembangan tes secara umum.
2. Dalam
menulis soal bentuk uraian, Anda harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup
materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan
panjang jawaban atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik.
Hal ini dimaksudkan agar dapat menghindari kemungkinan terjadinya kerancuan
soal dan dapat mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman penyekoran.
3.
Setelah menulis soal, Anda harus segera menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok
jawaban dan pedoman penyekoran, yang berisi tentang :
a.
Batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan penyekoran terhadap soal bentuk
uraian objektif.
b.
Kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penyekoran terhadap soal bentuk
uraian non-objektif.
4. Semua
identitas peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan
selama memeriksa. Jika memungkinkan, identitas peserta didik cukup diganti
dengan kode tertentu
5.
Jauhkanlah hal-hal yang dapat mempengaruhi subjektifitas pemberian skor,
seperti bentuk tulisan/huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat,
kerapihan, dan lain-lain
C. Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan tiga
metode, yaitu “metode per nomor (whole method), metode per lembar
(separated method), dan metode bersilang (cross method)” (Zainal
Arifin, 1991, 30).
1. Metode per nomor. Di sini Anda mengoreksi hasil jawaban
peserta didik untuk setiap nomor. Misalnya, Anda mengoreksi nomor satu untuk
seluruh peserta didik, kemudian nomor dua untuk seluruh peserta didik, dan
seterusnya. Kebaikannya adalah pemberian skor yang berbeda atas dua jawaban
yang kualitasnya sama hampir tidak akan terjadi, karena jawaban peserta didik
yang satu selalu dibandingkan dengan jawaban peserta didik yang lain. Sedangkan
kelemahannya adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan waktu banyak.
2. Metode per lembar. Di sini Anda mengoreksi setiap lembar
jawaban peserta didik mulai dari nomor satu sampai dengan nomor terakhir.
Kebaikannya adalah relatif lebih murah dan tidak memakan waktu banyak.
Sedangkan kelemahannya adalah guru sering memberi skor yang berbeda atas dua
jawaban yang sama kualitasnya, atau sebaliknya.
3. Metode bersilang. Disini Anda mengoreksi jawaban peserta
didik dengan jalan menukarkan hasil koreksi dari seorang korektor kepada
korektor yang lain. Jika telah selesai dikoreksi oleh seorang korektor, lalu
dikoreksi kembali oleh korektor yang lain. Kelebihannya adalah faktor subjektif
dapat dikurangi. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan waktu dan tenaga
yang banyak. Dalam pelaksanaan pengoreksian, Anda boleh memilih salah satu
diantara ketiga metode tersebut, atau mungkin Anda menggunakannya secara
bervariasi Hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya, Anda
menghendaki hasil jawaban yang betul-betul objektif, maka lebih tepat bila kita
menggunakan metode bersilang. Sebaliknya, bila ada waktu luang, Anda dapat
menggunakan metode pernomor atau metode per lembar.
Selanjutnya, Zainal Arifin (1991 : 30) mengemukakan “ di samping
metode- metode di atas, ada juga metode lain untuk mengoreksi jawaban soal
bentuk uraian, yaitu “analytical method dan sorting method”.
1. Analytical method, yaitu suatu cara untuk mengoreksi jawaban peserta didik dan
guru sudah menyiapkan sebuah model jawaban, kemudian dianalisis menjadi
beberapa langkah atau unsur yang terpisah, dan setiap langkah dengan
tingkat kebenarannya.
2. Sorting method, yaitu metode memilih yang dipergunakan untuk member skor terhadap
jawaban-jawaban yang tidak dibagi-bagi menjadi unsur-unsur. Jawaban-jawaban
peserta didik harus dibaca secara keseluruhan.
Anda juga dapat menggunakan metode lain untuk pemberian skor
soal bentuk uraian, yaitu :
1. Point method, yaitu setiap jawaban dibandingkan dengan jawaban ideal yang telah ditetapkan dalam kunci jawaban dan
skor yang diberikan untuk setiap jawaban akan bergantung kepada derajat
kepadanannya dengan unci jawaban. Metode
ini sangat cocok digunakan untuk bentuk uraian terbatas, karena setiap jawaban
sudah dibatasi dengan kriteria tertentu.
2. Rating method, yaitu setiap jawaban peserta didik ditetapkan dalam salah satu
kelompok yang sudah dipilah-pilah berdasarkan kualitasnya selagi jawaban
tersebut dibaca. Kelompok-kelompok tersebut menggambarkan kualitas dan
menentukan berapa skor yang akan diberikan kepada setiap jawaban. Misalnya,
sebuah soal akan diberi skor maksimum 8, maka bagi soal tersebut dapat dibuat 9
kelompok jawaban dari 8 sampai 0. Metode ini sangat cocok digunakan untuk
bentuk uraian bebas. Setiap bentuk soal tentu mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Begitu juga bentuk uraian.
Kebaikan
tes bentuk uraian antara lain
(1)
menyusunnya relative mudah
(2) guru dapat menilai peserta didik mengenai kreatifitas,
menganalisa dan mengsintesa suatu soal. Hal ini berarti memberikan kebebasan
yang luas kepada peserta didik untuk menyatakan tanggapannya
(3) guru dapat memperoleh data-data mengenai kepribadian peserta
didik
(4) peserta didik tidak dapat menerka-nerka
(5) derajat ketepatan dan kebenaran peserta didik dapat dilihat
dari ungkapan kalimat-kalimatnya
(6) sangat cocok untuk mengukur dan menilai hasil belajar yang
kompleks, yang sukar diukur dengan mempergunakan bentuk objektif.
Kelemahan
tes bentuk uraian antara lain
(1) sukar sekali menilai jawaban peserta didik secara tepat dan
komprehensif
(2) ada kecenderungan guru untuk memberikan nilai seperti
biasanya
(3) menghendaki respon-respon yang relatif panjang
(4) untuk mengoreksi jawaban diperlukan waktu yang lama
(5) guru sering terkecoh dalam memberikan nilai, karena
keindahan kalimat dan tulisan, bahkan juga oleh lembar jawaban
(6) hanya terbatas pada guru-guru yang menguasai materi yang
dapat mengoreksi jawaban peserta didik, sehingga kurang praktis bila jumlah
peserta didik cukup banyak.
Dalam menyusun soal
bentuk uraian, ada baiknya Anda ikuti petunjuk praktis berikut ini.
1. Materi yang akan diujikan hendaknya materi yang kurang cocok
diukur dengan menggunakan bentuk objektif, seperti :
a. Kemampuan peserta didik untuk menyusun pendapatnya mengenai
suatu masalah.
b. Hasil pekerjaan anak didik setelah mengadakan kegiatan seperti
peninjauan, kerja nyata, dan sebagainya.
c. Kemampuan peserta didik dalam hal berbahasa Arab.
d. Kecakapan peserta didik dalam memecahkan masalah.
2. Setiap pertanyaan hendaknya menggunakan petunjuk dan rumusan
yang jelas dan mudah dipahami, sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada
peserta didik. Misalnya :
a. Apa perbedaan antara ikhfa dengan izhar.
Berikan masing-masing dua buah contoh hurufnya.
b. Apa yang dimaksud dengan yaumid din dalam surat
al-Fatihah ?
c. Mengapa setiap muslim harus melaksanakan sholat wajib ?
3. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memilih beberapa soal dari sejumlah soal yang diberikan, sebab cara demikian
tidak memungkinkan untuk memperoleh skor yang dapat dibandingkan.
4. Persoalan yang terkandung dalam tes bentuk uraian hendaknya
difokuskan pada hal-hal seperti : menelaah persoalan, melukiskan persoalan,
menjelaskan persoalan, membandingkan dua hal atau lebih, mengemukakan kritik
terhadap sesuatu, menyelesaikan suatu persoalan seperti menghitung, membuat
contoh mengenai suatu pengertian, memecahkan suatu persoalan dengan jalan
mengaplikasikan prinsip-prinsip yang telah dikuasainya, dan menyusun suatu
konsepsi.
Analisis
Soal Bentuk Uraian Ada
dua cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk uraian. Pertama,
secara rasional yang dilakukan sebelum tes itu digunakan/diujicobakan seperti
menggunakan kartu telaah. Contoh :
BAB IV
PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF, LISAN DAN
TINDAKAN
A. Pengantar
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously
scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1
atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Siapapun yang
mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya
sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih
jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,
memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut
proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal,
pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip. Tes objektif terdiri atas beberapa
bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau
jawaban singkat. Setelah mempelajari materi kegiatan belajar 2 ini, Anda
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan fungsi soal
bentuk benar-salah
2. Menjelaskan aspek-aspek
yang diukur dalam bentuk benar-salah
3. Menyebutkan pengertian
bentuk soal variasi berganda
4. Menjelaskan fungsi soal
bentuk menjodohkan
5. Menyebutkan kebaikan
tes bentuk jawaban singkat dan melengkapi
6. Menyebutkan kelemahan
tes objektif
7. Menjelaskan pengertian
tes lisan
8. Menjelaskan tujuan tes
tindakan
9. Menyebutkan kelebihan
tes tindakan
10.Menjelaskan objek tes
tindakan
B. Pengembangan Tes Objektif
1.
Benar-Salah
(true-false, or yes-no)
Bentuk tes
benar-salah (B – S) adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban,
yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk menentukan pilihannya
mengenai pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dengan cara seperti
yang diminta dalam petunjuk mengerjakan soal. Salah satu fungsi bentuk soal
benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membedakan
antara fakta dengan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka
materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini
lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi
berdasarkan hubungan yang sederhana. Jika akan digunakan untuk mengukur
kemampuan yang lebih tinggi, paling juga untuk kemampuan menghubungkan antara
dua hal yang homogen. Dalam penyusunan
soal bentuk benar-salah tidak hanya menggunakan kalimat pertanyaan atau
pernyataan tetapi juga dalam bentuk gambar, tabel dan diagram.
Di dalam petunjuk
pengerjaan soal hendaknya ditekankan agar peserta didik bekerja dengan cepat
dan tepat. Oleh karena itu, petunjuk perlu ditambahkan dengan kata-kata,
“Bekerjalah dengan cepat dan tepat agar dalam waktu 50 menit Anda dapat
menyelesaikannya”. Di samping itu, perlu ditekankan pula agar peserta didik
jangan main terka atau main tebak. Dalam bentuk ini ada baiknya kita
menyediakan lembar jawaban tersendiri, terpisah dari lembar soal. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengoreksian lembar jawaban.
Kebaikan tes bentuk B – S antara
lain
(1) mudah
disusun dan dilaksanakan, karena itu banyak digunakan
(2) dapat
mencakup materi yang lebih luas. Namun demikian, tidak semua materi dapat diukur
dengan bentuk benar- salah
(3) dapat
dinilai dengan cepat dan objektif
(4)
banyak digunakan untuk mengukur fakta-fakta dan prinsip-prinsip.
Sedangkan kelemahan tes bentuk B – S antara lain
(1) ada kecenderungan peserta didik menjawab coba-coba
(2) pada umumnya memiliki derajat validitas dan reliabilitas
yang rendah, kecuali jika itemnya
banyak sekali
(3) sering terjadi kekaburan, karena itu sukar untuk menyusun
item yang benar-benar jelas
(4) dan terbatas mengukur aspek pengetahuan saja.
Beberapa petunjuk praktis dalam
menyusun soal bentuk B – S :
a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah
item cukup banyak, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, jika
jumlah item kurang dari 50, kiranya kurang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama. c. Berilah
petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana.
d. Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan
negatif.
e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang
jawaban yang dikehendaki.Misalnya, biasanya, umumnya, selalu. Usaha Memperbaiki
Soal Bentuk B – S
Kelemahan
yang paling menyolok dari bentuk tes benar–salah ini adalah sangat mudahnya
ditebak tanpa dapat diketahui oleh korektor. Untuk menghilangkan kelemahan ini,
maka orang menambahkan pada item benar- salah ini dengan “koreksi”. Di sini
peserta didik tidak hanya dituntut memilih benar atau salah dari setiap item,
tetapi harus dapat memberikan koreksi jika item tersebut dinyatakan salah oleh
peserta didik yang bersangkutan.
2. Pilihan-Ganda (multiple-choice)
Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur
hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan,
pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Soal tes bentuk
pilihan-ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pembawa
pokok persoalan dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan dan dapat pula dalam
bentuk pernyataan (statement) yang belum sempurna yang sering disebut
stem. Sedangkan pilihan jawaban itu mungkin berbentuk perkataan, bilangan
atau kalimat dan sering disebut option.
Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar atau yang paling
benar, selanjutnya disebut kunci jawaban dan kemungkinan jawaban salah yang
dinamakan pengecoh (distractor atau decoy atau fails)
namun memungkinkan seseorang memilihnya apabila tidak menguasai materi yang
ditanyakan dalam soal. Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada
aturan baku. Anda bisa membuat 3, 4 atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak
semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak (chance
of guessing), sehingga dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas soal.
Semakin banyak alternatif jawaban, semakin kecil kemungkinan peserta didik
menerka. Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk soal pilihan-ganda,
antara lain : mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan prosedur;
mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan
sebab-akibat; danmenilai metode dan prosedur.
Ada beberapa jenis tes bentuk
pilihan-ganda, yaitu :
a.
Distracters, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa
pilihan jawaban yang salah, tetapi disediakan satu pilihan jawaban yang benar.
Tugas peserta didik adalah memilih satu jawaban yang benar itu.
1.
Pengetahuan geografi diyakini
sudah lama dikenal manusia. Pernyataan
ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa . . .
a. peta
lokasi telah dibuat manusia prasejarah
b. manusia
prasejarah telah dapat membuktikan bahwa Bumi itu bulat
c. untuk
bertahan hidup, manusia harus
berinteraksi dengan lingkungan
d. di
Yunani telah muncul geograf pada abad Sebelum Masehi
e. manusia prasejarah harus erpindah- pindah mencari makan dan tempat
tinggal
b. Analisis hubungan
antara hal, yaitu bentuk soal yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan
peserta didik dalam menganalisis hubungan antara pernyataan dengan alasan
(sebab-akibat). Contoh : Pada soal di bawah ini terdapat kalimat yang terdiri
atas pernyataan (statement) dan alasan (reason). Pilihan Jawaban
:
A.
Jika pernyataan benar, alasan benar, dan alasan merupakan sebab dari
pernyataan.
B.
Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi alasan bukan merupakan sebab dari
pernyataan.
C.
Jika pernyataan benar, tetapi alasan salah.
D. Jika pernyataan salah, tetapi alasan benar.
E.
Jika pernyataan salah, dan alasan salah.
Soal :
Presiden Republik Indonesia tinggal
di Jakarta SEBAB Jakarta merupakan
ibu kota Republik Indonesia.
Penjelasan :
1. “Presiden Republik Indonesia
tinggal di Jakarta” merupakan pernyataan yang benar.
2. “Jakarta merupakan ibu kota
Republik Indonesia” merupakan alas an yang benar dan merupakan sebab dari
pernyataan.
Jawaban : Jadi, jawaban yang betul adalah A.
c.
Variasi negatif, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan
mempunyai beberapa pilihan jawaban yang benar tetapi disediakan satu
kemungkinan jawaban yang salah. Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang
salah tersebut.
1.
Berikut tujuan mempelajari geografi, kecuali . . . .
a.
memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
analisis geografis dalam memahami gejala geosfer
b. . memiliki
kemampuan untuk menguasai Bumi
c. memupuk rasa
cinta pada tanah air
d. menghargai
keberadaan negara asing
e. mampu menghadapi masalah akibat interaksi
manusia dengan lingkungannya
d. Variasi berganda, yaitu memilih beberapa kemungkinan jawaban
yang semuanya benar, tetapi ada satu jawaban yang paling benar.
Tugas peserta didik
adalah memilih jawaban yang paling benar. Contoh : Peserta didik hendaknya
menghormati ... a. Sesama teman b. Guru-gurunya
Kebaikan soal bentuk pilihan-ganda
antara lain
(1) cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan
objektif
(2) kemungkinan peserta didik menjawab dengan terkaan dapat
dikurangi
(3) dapat digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam
berbagai jenjang kemampuan kognitif
(4) dapat digunakan berulang-ulang
(5) sangat cocok untuk jumlah peserta tes yang banyak.
Adapun kelemahan tes bentuk pilihan-
ganda antara lain
(1) tidak dapat digunakan untuk mengukur kemampuan verbal dan
pemecahan masalah
(2) penyusunan soal yang benar-benar baik membutuhkan waktu lama
(3) sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar
homogin, logis, dan berfungsi.
Beberapa petunjuk praktis dalam
menyusun soal bentuk pilihan-ganda :
a. Harus mengacu kepada kompetensi dasar dan indikator soal.
b. Berilah petunjuk mengerjakannya dengan jelas.
c. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa
yang sudah dipelajari peserta didik.
d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang
jelas dan berarti.
e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat
yang tidak terputus.
f. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogin dan logis.
g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek
daripada itemnya.
h. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah
diasosiasikan.
3. Menjodohkan (matching)
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk
pilihan- ganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda
terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal
memilih salah satu option yang dianggap paling tepat. Sedangkan bentuk
menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukkan
kumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan jawaban.
Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak dari jumlah persoalan. Bentuk soal
menjodohkan sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan
menghubungkan antara dua hal. Semakin banyak hubungan antara premis dengan
respon dibuat, maka semakin baik soal yang disajikan.
Kebaikan soal bentuk menjodohkan
antara lain
(1) relatif mudah disusun
(2) penyekorannya mudah, objektif dan cepat
(3) dapat digunakan untuk menilai teori dengan penemunya, sebab
dan akibatnya, istilah dan definisinya
(4) materi tes cukup luas.
Adapun kelemahan soal bentuk
menjodohkan yaitu
(1) ada kecenderungan untuk menekankan ingatan saja
(2) kurang baik untuk menilai pengertian guna membuat
tafsiran.
Beberapa petunjuk praktis dalam
menyusun soal bentuk menjodohkan :
a. Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah
dipahami.
b. Harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator.
c. Hendaknya kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri sedangkan
jawabannya di sebelah kanan.
d. Jumlah alternatif jawaban he ndaknya lebih banyak daripada
jumlah soal.
e. Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika
tertentu. Misalnya, sebelum pada pokok persoalan, didahului dengan stem,
atau bisa juga langsung pada pokok persoalan.
f. Hendaknya seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat
dalam satu halaman.
g. Gunakan kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok
persoalan.
4. Jawaban Singkat (short answer) dan Melengkapi
(completion)
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan
kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal
tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan
kata lain, soal tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab
dengan singkat, berupa kata, prase, nama, tempat, nama tokoh, lambang, dan
lain-lain.
Kebaikan tes bentuk jawaban singkat
dan melengkapi antara lain
(1) relatif mudah disusun
(2) sangat baik untuk menilai kemampuan peserta didik yang
berkenaan dengan fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan terminology
(3) menuntut peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya secara
singkat dan jelas (
4) pemeriksaan lembar jawaban dapat dilakukan dengan objektif.
Adapun kelemahannya adalah
(1) pada umumnya hanya berkenaandengan kemampuan mengingat saja,
sedangkan kemampuan yang lain agak terabaikan
(2) pada soal bentuk melengkapi, jika titik-titik kosong yang
harus diisi terlalu banyak, para peserta didik sering terkecoh
(3) dalam memeriksa lembar jawaban dibutuhkan waktu yang cukup
banyak.
Beberapa petunjuk praktis dalam
menyusun soal bentuk jawaban singkat dan melengkapi :
a. Hendaknya tidak
menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta didik menjawab
secara terurai.
b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil
pernyataan langsung dari buku (textbook).
c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya
diletakkan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat. \
d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak.
Pilihlah untuk masalah yang urgen saja.
e. Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif
jawaban.
f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat
dipersingkat dan jelas.
5. Cara Mengoreksi Soal
Bentuk Tes Objektif :
Sesudah soal disusun, kemudian diadakan tes, maka selanjutnya
guru mengoreksi jawaban peserta didik dari tiap item yang diberikan. Untuk
mengoreksi jawaban tersebut, guru harus menggunakan kunci jawaban (scoring
key) sebagai acuan atau patokan yang pokok. Jika kunci jawaban ini sudah
disediakan, maka siapapun dapat mengoreksi jawaban tersebut secara cepat dan
tepat. Ada pula cara lain untuk mengoreksi jawaban peserta
didik, yaitu kunci,jawaban diambil dari lembar jawaban, kemudian dilubangi
sesuai dengan jawaban yang benar dan bila diletakkan di atas lembar jawaban,
tepat berada di atas alternatif jawaban yang benar tersebut.
|
Keterangan
: O adalah
yang dilubangi sebagai kunci jawaban
|
Keterangan
: tanda X adalah kunci jawaban yang benar
C. Kebaikan dan Kelemahan Test
Objektif
1.
Kebaikan
Tes Objektif
Kebaikan tes objektif antara lain
(1) seluruh ruang lingkup (scope) yang diajarkan dapat
dinyatakan pada item-item tes objektif
(2) kemungkinan jawaban spekulatif dalam ujian dapat dihindarkan
(3) jawaban bersifat mutlak, karena itu penilaian dapat
dilakukan secara objektif
(4) pengoreksian dapat dilakukan oleh siapa saja, sekalipun
tidak mengetahui dan menguasainmaterinya
(5) pemberian skor dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
(6) korektor tidak akan terpengaruh oleh baik-buruknya tulisan
(7) tidak mungkin terjadi dua orang peserta didik yang
jawabannya sama, tetapi mendapat skor yang berbeda.
2.
Kelemahan
Tes Objektif
Sedangkan kelemahannya adalah
(1) mengkontruksi soalnya sangat sulit
(2) membutuhkan waktu yang lama
(3) ada kemungkinan peserta didik mencontoh jawaban orang lain
dan berpikir pasif
(4) umumnya hanya mampu
mengukur proses-proses mental yang dangkal.
D. Pengembangan Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut
jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan
jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang
diberikan. Tes lisan dapat berbentuk seperti berikut : 1. Seorang guru menilai
seorang peserta didik. 2. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik. 3.
Sekelompok guru menilai seorang peserta didik. 4. Sekelompok guru menilai
sekelompok peserta didik. Kebaikan tes lisan antara lain (1) dapat mengetahui
langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan
(2) tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat
pokok-pokok permasalahannya saja (3) kemungkinan peserta didik akan
menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari.
Sedangkan kelemahannya adalah (1)
memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta-didiknya banyak
(2) sering muncul unsur subjektifitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu
hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik. Beberapa petunjuk praktis
dalam pelaksanaan tes lisan adalah : 1. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor
subjektifitas, misalnya dilihat dari kecantikan, kekayaan, anak pejabat atau
bukan, hubungan keluarga.2. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang
dikemukakan oleh peserta didik. Biasanya kita memberikan penilaian setelah tes
itu selesai. Cara ini termasuk cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan
dipengaruhi oleh jawaban- jawaban yang terakhir. 3. Catatlah hal-hal atau
masalah yang akan ditanyakan dan ruang lingkup jawaban yang diminta untuk
setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai pertanyaan yang
diajukan menyimpang dari permasalahan dan tak sesuai dengan jawaban peserta
didik. 4. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang- kadang
ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentak- bentak peserta
didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini harus dihindari,
karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik menjadi terhambat,
sehingga apa yang dikemukakan oleh mereka tidak mencerminkan kemampuan yang
sesungguhnya. 5. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi
atau suasana ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran. Demikianlah
beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut petunjuk praktisnya.
Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman bagi guru dalam
menyelenggarakan tes lisan. Petunjuk-petunjuk praktis untuk suatu ujian
biasanya telah dimuat sebagai pedoman seperti yang telah disebutkan tadi. Jadi,
Anda harus mempelajari petunjuk praktis itu sebaik-baiknya sebelum kegiatan tes
dimulai.
E. Pengembangan Tes Tindakan
(performance test)
Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban
peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh
Stigins (1994 : 375) mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes dimana
peserta didik diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan
penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang
kualitas hasil belajar yang didemontrasikan”. Peserta didik bertindak sesuai
dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes tindakan sangat bermanfaat
untuk memperbaiki kemampuan/perilaku peserta didik, karena secara objektif
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur,
sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana
jenis tes yang lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan tes tindakan adalah (1)
satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar
dalam bidang keterampilan (2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan
kesesuaian antara pengetahuan teori dengan keterampilan praktik, sehingga hasil
penilaian menjadi lengkap (3) dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta
didik untuk menyontek (4) guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik
masing-masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil penilaian,
seperti penbelajaran remedial. Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah
(1) memakan waktu yang lama (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar
(3) cepat membosankan (4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin,
maka ia tidak mempunyai arti apa-apa lagi (5) memerlukan syarat-syarat
pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik.
BAB
V
PENGEMBANGAN
ALAT EVALUASI JENIS NON TES
A. Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan di modul
sebelumnya bahwa alat evaluasi dapat menjadi beberapa jenis bergantung dari
sudut mana kita melihatnya. Jika dilihat dari teknik atau cara yang digunakan,
maka alat evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Pada modul
ini kita akan membahas teknik nontes. Jenis nontes dapat digunakan jika Anda
ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal
yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, motivasi,
dan lain-lain. Setiap dimensi dan aspek yang diukur memerlukan alat atau
instrumen yang berbeda. Kompetensi yang harus Anda kuasai setelah mempelajari
modul ini adalah mengetahui dan memahami berbagai alat evaluasi jenis non-tes
serta terampil mengembangkan alat tersebut untuk mengukur kemampuan
non-kognitif peserta didik. Untuk menguasai kompetensi tersebut di atas, maka
dalam modul ini akan dibagi menjadi dua kegiatan belajar, yaitu Kegiatan
Belajar 1 membahas tentang observasi, wawancara dan skala sikap. Kegiatan
Belajar 2 membahas tentang daftar cek, skala penilaian, angket, studi kasus,
catatan insidental dan sosiometeri serta teknik memberikan penghargaan. Untuk
menguasai kompetensi tersebut, Anda harus mempelajari modul ini dengan baik
sesuai dengan petunjuk pengerjaan modul, sehingga Anda betul-betul dapat
mempraktikkannya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di Madrasah. Anda juga
harus banyak latihan mengembangkan alat evaluasi jenis non-tes dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga Anda dapat menguasai berbagai alat evaluasi jenis
non-tes, baik teori maupun praktik.
B. Observasi (observation)
Sebenarnya observasi merupakan suatu
proses yang alami, dimana kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun
tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, Anda sering
melihat, mengamati dan melakukan interpretasi. Dalam kehidupan sehari-haripun
kita sering mengamati orang lain. Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh tentang judgement,
bertindak secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai
informasi untuk membuat judgement yang lebih reliabel.
Hal yang harus dipahami oleh Anda
adalah bahwa tidak semua apa yang dilihat disebut observasi. Observasi yang
Anda lakukan di kelas tidak cukup dengan hanya duduk dan melihat melainkan
harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan aspek-aspek tertentu, dan
berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka
kemampuan Anda dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari
hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.
Observasi merupakan salah satu alat
evaluasi jenis nontes yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Observasi tidak hanya digunakan dalam kegiatan evaluasi,
tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama penelitian kualitatif
(qualitative research).
Tujuan utama observasi adalah
(1) untuk mengumpulkan data dan
informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan,
baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan,
(2) untuk mengukur perilaku kelas,
interaksi antara peserta didik dengan guru, dan faktor-faktor yang dapat
diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skills). Dalam
evaluasi, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar
peserta didik, seperti tingkah laku peserta didik pada waktu belajar,
berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain.
Jika Anda ingin menggunakan observasi sebagai alat evaluasi,
maka Anda harus memahami tentang :
1. Konsep dasar
observasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, peranan, karakteristik,
prinsip-prinsip sampai dengan prosedur observasi.
2. Perencanaan
observasi, seperti menentukan kegiatan apa yang akan diobservasi, siapa yang
akan melakukan observasi, rencana sampling, menyusun pedoman observasi, melatih
pihak-pihak yang akan melakukan observasi dalam menggunakan pedoman observasi.
3 . Prosedur observasi,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan dan
C. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu bentuk
alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab,
baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik. Pengertian wawancara
langsung adalah wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara
(interviewer) atau guru dengan orang yang diwawancarai (interviewee)
atau peserta didik tanpa melalui perantara. Sedangkan wawancara tidak langsung
artinya pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik melalui
perantara orang lain atau media. Jadi, tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah :
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan
suatu situasi dan kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orang tertentu. Wawancara mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan wawancara antara lain
(1) dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik, sehingga informasi yang diperoleh dapat diketahui
objektifitasnya
(2) dapat memperbaiki proses dan hasil belajar
(3) pelaksanaan wawancara lebih fleksibel,dinamis dan personal.
Sedangkan kelemahan wawancara adalah
(1) jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses
wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
(2) adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah,
sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan
(3) sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta didik yang
diwawancarai dan sikap overaction
dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.
Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut :
1. Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut
jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut.
Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu
kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2. Bentuk petanyaan tak berstruktur, yaitu pertanyaan yang
bersifat terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan
tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada peserta
didik, karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
3. Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut
jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.
D. Skala Sikap (attitude scale)
Sikap merupakan suatu kecenderungan
tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola
tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa
objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang,
tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang
mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Anda perlu mengetahui norma-norma
yang ada pada peserta didik, bahkan sikap peserta didik terhadap dunia
sekitarnya, terutama terhadap mata pelajaran dan lingkungan madrasah. Jika
terdapat sikap peserta didik yang negatif, Anda perlu mencari suatu cara atau
teknik tertentu untuk menempatkan atau mengubah sikap negatif itu menjadi sikap
yang positif.
Dalam mengukur sikap, Anda hendaknya
memperhatikan tiga komponen sikap, yaitu
(1) kognisi, yaitu berkenaan dengan
pengetahuan peserta didik tentang objek,
(2) afeksi, yaitu berkenaan dengan
perasaan peserta didik terhadap objek, dan
(3) konasi, yaitu berkenaan dengan
kecenderungan berprilaku peserta didik terhadap objek. Anda juga harus memilih
salah satu model skala sikap.
Adapun model-model skala sikap yang
biasa digunakan untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek, antara
lain :
1. Menggunakan bilangan untuk
menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4
dan seterusnya.
2. Menggunakan frekuensi terjadinya
atau timbulnya sikap itu, seperti : selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah
dan tidak pernah.
3. Menggunakan istilah-istilah yang
bersifat kualitatif, seperti : bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Ada juga
istilah-istilah lain, seperti : sangat setuju, setuju, ragu-ragu (tidak punya
pendapat), tidak setuju, dan sangat tidaksetuju.
4. Menggunakan istilah-istilah yang
menunjukkan status/kedudukan, seperti : sangat rendah, di bawah rata-rata, di
atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode bilangan atau
huruf, seperti : selalu (diberi kode 5), kadang-kadang (4), jarang (3), jarang
sekali (2), dan tidak pernah (1). Salah satu model untuk mengukur sikap, yaitu
dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala
Likert, peserta didik tidak disuruh memilih pernyataan-pernyataan yang positif
saja, tetapi memilih juga penyataan-pernyataan yang negatif. Tiap item dibagi
ke dalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan
0, sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan
4.
Untuk menyusun skala Likert, Anda perlu mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memilih variabel afektif yang akan diukur.
2. Membuat beberapa pernyataan tentang
variabel afektif yang akan diukur.
3. Mengklasifikasikan pernyataan positif dan
negatif.
4. Menentukan jumlah gradual dan frase
atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan.
5. Menyusun pernyataan dan pilihan
jawaban menjadi sebuah alat penilaian.
6. Melakukan uji-coba.
7. Membuang butir-butir pernyataan
yang kurang baik.
8. Melaksanakan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2005 (Cet. Ke-5).
Drs. Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2011 (cet. Ke 3).
Team Departemen Pendidikan Nasional. Perangkat Penilaian
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP SMA. Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
2008.
Dr. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
PT. Remaja Rosdakarya. Bandung: 1990.
Prof. Dr. S. Nasution. Didaktik Asas-asas Mengajar. Penc.
JEMMARS. Bandung. 1986.
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html. di akses 24 Februari 2012
http://navelmangelep.wordpress.com/2012/02/14/pengertian-evaluasi-pengukuran-dan-penilaian-dalam-dunia-pendidikan. di akses 24 Februari 2012
CATATAN
SELAMA KULIAH
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
|
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
|
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
|
BAHAN AJAR
EVALUASI PENDIDIKAN GEOGRAFI
Oleh : SUPRIYONO,S.Pd.
|
|