Jumat, 12 September 2014

Evaluasi Pembelajaran Geografi



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia yang diberikan sehingga terwujudnya Buku Ajar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan Geografi . Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, dengan bobot 2 SKS. Pada Universitas Prof.DR.Hazairin,SH Bengkulu  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi. Bahan ajar  ini dapat terlaksana atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1.      Bapak Dekan Dr.Edwar,M.Pd Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
2.      Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Drs.Warsa Sugandi K,M.Pd  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
3.      Bapak dan Ibu dosen dilingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas rof.DR.Hazairin,SH Bengkulu .
Buku Ajar ini diharapkan berguna untuk dapat menumbuhkembangkan motivasi dan aspirasi untuk mengaktifkan mahasiwa, membantu mahasiswa berpikir produktif, dapat merangsang keingintahuan dan dapat membantu mahasiswa mengekspresikan gagasan dan ide-idenya. Bagi dosen diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan komunikasi dengan mahasiswa, mempermudah evaluasi dan monitoring proses pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

                                                                                                Penulis                     


                                                                                                 Supriyono,S.Pd.M.Pd.G.




DAFTAR ISI

                                                                                                                         halaman

HALAMAN SAMPUL............................................................................................       1
KATA PENGANTAR ...........................................................................................       1
DAFTAR ISI  ..........................................................................................................       2
GARIS GARIS BESAR PROGRAM PEMBEL
AJARAN .................................................................................................................       3

BAB I
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
A.           Pengertian Evaluasi........................................................................................     4
B.            Persamaan dan Perbedaan Evaluasi dengan Penilaian. ............................      8
C.           Kedudukan Evaluasi dalam Pembelajaran .................................................      9
D.           Tujuan Dan Fungsi Penilaian  ......................................................................      11
E.            Prinsip-prinsip Evaluasi  ...............................................................................     12
BAB II
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A.           Perencanaan Evaluasi  ..................................................................................     14
BAB III
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS TES
A.           Pengantar .......................................................................................................      18
B.            Pengembangan Tes Bentuk Uraian .............................................................      18
C.           Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian .................................................      23

UJIAN MID SEMESTER

BAB IV
PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF, LISAN DAN TINDAKAN
A.           Pengantar .......................................................................................................     27
B.            Pengembangan Tes Objektif ........................................................................     27
C.           Kebaikan dan Kelemahan Test Objektif .....................................................     35
D.           Pengembangan Tes Lisan .............................................................................     36
E.            Pengembangan Tes Tindakan (performance test) .......................................     36
BAB V
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS  NON TES
A.           Pengantar .......................................................................................................     38
B.            Observasi (observation)...................................................................................     38
C.            Wawancara ....................................................................................................     39
D.           Skala Sikap .....................................................................................................    42

DAFTAR PUSTAKA

UJIAN SEMESTER



GARIS GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN


MATA KULIAH
Kode/SKS

Jurusan
Semester
Tahun Akademik

 Deskripsi Mata kuliah












ujuan
Instruksional
Umum

EVALUASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI
GKB 454 /2 SKS

Pendidikan Geografi
Ganjil
2013-2014

Untuk mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya dengan mengadakan penilaian terhadap hasil belajar anak didik sebagai produk dari sebuah proses pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajaran tidak terlepas dari kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Dengan diadakannya penilaian, maka ssiwa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Dan bagi Guru, dengan penilaian ini, guru dapat mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan (pelajaran), maupun mengetahui ssiwa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan (pelajaran).

1.      Mahasiswa dapat
1.        Mengetahui pentingnya penilaian di kelas
2.        Memotivasi pembelajaran anak didik di dalam kelas
3.        Mengetahui efektivitas kegiatan belajar mengajar
4.        Sebagai pendidik kita senantiasa ingin mengetahui apakah dan hingga manakah tercapainya tujuan yang kita tetapkan dalam proses pembelajaran di dalam kelas



BAB I
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN EVALUASI
DALAM PEMBELAJARAN

A.  Pengertian Evaluasi
Dalam sistem pembelajaran (maksudnya pembelajaran sebagai suatu sistem), evaluasi merupakan salah komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di sekolah, Anda sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian, ujian akhir semester, ujian blok, tagihan, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan sebagainya. Istilah- istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem evaluasi itu sendiri.
Coba Anda simak beberapa pengertian istilah berikut ini !
Apa itu tes ?
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan  Suatu masalah tertentu. Sebagaimana dikemukakan Sax (1980 : 13) bahwa “a test may be defined as a task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik simpulan-simpulan tertentu terhadap peserta didik.
Sementara itu, S. Hamid Hasan (1988 : 7) menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan”. Rumusan ini lebih terfokus kepada tes sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan hanya ada dalam prosedur penelitian, tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi. Dengan kata lain, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara lain tes. Tes dapat berupa pertanyaan. Oleh sebab itu, jenis pertanyaan, rumusan pertanyaan, dan pola jawaban yang disediakan harus memenuhi suatu perangkat kriteria yang ketat. Demikian pula waktu yang disediakan untuk menjawab soal-soal serta administrasi penyelenggaraan tes diatur secara khusus pula. Persyaratan-persy aratan ini berbeda dengan alat pengumpul data lainnya.
Dengan demikian, tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Artinya, fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.
Apa itu pengukuran ?
Ahmann dan Glock dalam S.Hamid Hasan (1988 : 9) menjelaskan ‘in the last analysis measurement is only a part, although a very substansial part of evaluation. It provides information upon which an evaluation can be based… Educational measurement is the process that attempt to obtain a quantified representation of the degree to which a trait is possessed by a pupil’. (dalam analisis terakhir, pengukuran hanya merupakan bagian, yaitu bagian yang sangat substansial dari evaluasi. Pengukuran menyediakan informasi, di mana evaluasi dapat didasarkan ... Pengukuran pendidikan adalah proses yang berusaha untuk mendapatkan representasi secara kuantitatif tentang sejauh mana suatu cirri yang dimiliki oleh peserta didik). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wiersma dan Jurs (1985), bahwa “technically, measurement is the assignment of numerals to objects or events according to rules that give numeral quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka secara kuantitatif).
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Dalam bidang pendidikan, psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes. Dalam sejarah perkembangannya, aturan mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori pengukuran psikologi yang dinamakan psychometric. Namun demikian, boleh saja suatu kegiatan evaluasi dilakukan tanpa melalui proses pengukuran.
 Apa itu penilaian ?
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment, bukan dari istilah evaluation. Dalam proses pembelajaran, penilaian sering dilakukan guru untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai peserta didik. Artinya, penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi bersifat menyeluruh yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Sementara itu, Anthony J.Nitko (1996 : 4) menjelaskan “assessment is a broad term defined as a process for obtaining information that is used for making decisions about students, curricula and programs, and educational policy”. (penilaian adalah suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan). Dalam hubungannya dengan proses dan hasil belajar, penilaian dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, keputusan tersebut dapat menyangkut keputusan tentang peserta didik, keputusan tentang kurikulum dan program atau juga keputusan tentang kebijakan pendidikan. Keputusan tentang peserta didik meliputi pengelolaan pembelajaran, penempatan peserta didik sesuai dengan jenjang atau jenis program pendidikan, bimbingan dan konseling, dan menyeleksi peserta didik untuk pendidikan lebih lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan program meliputi keefektifan (summative evaluation) dan bagaimana cara memperbaikinya (formative evaluation). Keputusan tentang kebijakan pendidikan dapat dibuat pada tingkat lokal/daerah (kabupaten/kota), regional (provinsi), dan tingkat nasional. Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar sangat bermanfaat untuk membantu peserta didik merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong tanggung jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik (peer) atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan keputusan perlu menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian. Pengambilan keputusan harus dapat membimbing peserta didik untuk melakukan perbaikan hasil belajar.
Apa itu evaluasi ?
Guba dan Lincoln (1985 : 35), mendefinisikan evaluasi sebagai “a process for describing an evaluand and judging its merit and worth”. (suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang makna dan nilainya). Sax (1980 : 18) juga berpendapat “evaluation is a process through which a value judgement or decision is made from a variety of observations and from the background and training of the evaluator”. (evaluasi adalah suatu proses dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan, latar belakang serta pelatihan dari evaluator). Dari dua rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita peroleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan. Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami lebih lanjut, yaitu :
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas daripada sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai maupun arti. Sedangkan kegiatan untuk sampai kepada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Jika Anda melakukan kajian tentang evaluasi, maka yang Anda lakukan adalah mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas daripada sesuatu. Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan. Proses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti terencana, sesuai dengan prosedur dan aturan, dan terus menerus.
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. S. Hamid Hasan (1988 : 14-15) secara tegas membedakan kedua istilahtersebut sebagai berikut : Pemberian nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai evaluan tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi pertimbangan yang diberikan sepenuhnya
berdasarkan apa evaluan itu sendiri………………………
Sedangkan arti, berhubungan dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu…. Tentu saja kegiatan evaluasi yang komprehensif adalah yang meliputi baik proses pemberian keputusan tentang nilai dan proses keputusan tentang arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus selalu meliputi keduanya. Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan Scriven (1967) adalah formatif dan sumatif. Jika formatif dan sumatif merupakan fungsi evaluasi, maka nilai dan arti adalah hasil kegiatan yang dilakukan oleh evaluasi.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti (worth and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan criteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria yang digunakan dapat saja berasal dari apa yang dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa juga berasal dari luar apa yang dievaluasi (eksternal),

B.  Persamaan dan Perbedaan Evaluasi dengan Penilaian.
Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Di samping itu, alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama. Sedangkan perbedaannya terletak pada ruang lingkup (scope) dan pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar peserta didik. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem pembelajaran yang bersangkutan. Misalnya, guru menilai prestasi belajar peserta didik, supervisor menilai kinerja guru, dan sebagainya. Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem pendidikan, sistem kurikulum, system pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal (evaluasi internal) tetapi juga pihak eksternal (evaluasi eksternal), seperti konsultan mengevaluasi suatu program.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), tetapi dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan dan wawancara (qualitative description). Untuk memahami lebih jauh tentang istilah-istilah dalam evaluasi, coba Anda perhatikan juga ilustrasi berikut ini. Ibu Euis ingin mengetahui apakah peserta didiknya sudah menguasai kompetensi dasar dalam mata pelajaran Aqidah-Akhlak. Untuk itu, Ibu Euis memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif pilihan-ganda sebanyak 50 soal kepada peserta didiknya (artinya Bu Euis sudah menggunakan tes). Selanjutnya, Ibu Euis memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban, kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor mentahnya. Ternyata, skor mentah yang diperoleh peserta didik sangat bervariasi, ada yang memperoleh skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya (sampai disini sudah terjadi pengukuran). Angka atau skor-skor tersebut tentu belum mempunyai nilai/makna dan arti. Untuk memperoleh nilai dan arti dari setiap skor tersebut, Ibu Euis melakukan pengolahan skor dengan pendekatan PAP.
Hasil pengolahan dan penafsiran dalam skala 0 – 10 menunjukkan bahwa skor 25 memperoleh nilai 5 (berarti tidak menguasai), skor 36 memperoleh nilai 6 (berarti cukup menguasai), skor 44 memperoleh nilai 8 (berarti menguasai), dan skor 47 memperoleh nilai 9 (berarti sangat menguasai). Sampai disini sudah terjadi proses penilaian. Ini contoh dalam ruang lingkup hasil belajar. Jika Ibu Euis ingin menilai seluruh komponen pembelajaran (ketercapaian tujuan, keefektifan metode dan media, kinerja guru, dan lain-lain), barulah terjadi kegiatan evaluasi pembelajaran.

Dengan demikian, pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas (nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menilai pencapaian proses dan hasil belajar peserta didik.

C.  Kedudukan Evaluasi dalam Pembelajaran
Kata dasar “pembelajaran” adalah belajar. Dalam arti sempat pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut bukan karena pengaruh obat-obatan atau zat kimia lainnya dan cenderung bersifat permanen. Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan istilah “pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih bersifat  formal dan hanya ada di dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas/madrasah, sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas secara formal, tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru secara fisik. Kata “pembelajaran” lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik (child-centered) secara sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial, sedangkan kata “pengajaran” lebih cenderung pada kegiatan mengajar guru (teacher-centered) di kelas.  Dengan demikian, kata “pembelajaran” ruang lingkupnya lebih luas daripada kata “pengajaran”. Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.
Apa implikasi pengertian pembelajaran ini bagi Anda sebagai guru ?
1. Pembelajaran adalah suatu program. Ciri suatu program adalah sistematik, sistemik, dan terencana. Sistematik artinya keteraturan. Anda harus dapat membuat program pembelajaran dengan urutan langkah-langkah tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Setiap langkah harus bersyarat, dimana langkah pertama merupakan syarat untuk masuk langkah kedua, dan seterusnya. Sistemik menunjukkan adanya suatu sistem. Anda harus memahami pembelajaran sebagai suatu sistem yang terdapat berbagai komponen, antara lain tujuan, materi, metoda, media, sumber belajar, evaluasi, peserta didik, lingkungan dan guru yang saling berhubungan dan ketergantungan satu sama lain serta berlangsung secara terencana. Anda juga harus dapat membuat rencana program pembelajaran dengan baik, artinya disusun melalui proses pemikiran yang matang. Hal ini penting, karena perencanaan program merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakannya pada situasi nyata.
2. Setelah pembelajaran berproses, tentu Anda perlu mengetahui keefektifan dan efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Untuk itu, Anda harus melakukan evaluasi pembelajaran. Begitu juga ketika peserta didik selesai mengikuti proses pembelajaran, tentu mereka ingin  mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai. Untuk itu, Anda harus melakukan penilaian hasil belajar. Dalam pembelajaran terdapat proses sebab-akibat. Guru yang mengajar merupakan penyebab utama atas terjadinya tindakan belajar peserta didik, meskipun tidak setiap tindakan belajar peserta didik merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu, Anda sebagai “figur sentral”, harus mampu

D.  Tujuan Dan Fungsi Penilaian
Tujuan umum penilaian berbasis kelas adalah untuk memberikan penghargaan terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik dan memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Perhatikan gambar berikut ini:

Tujuan penilaian sebagaimana berikut:
1)   Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
2)    Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
3)    Menetukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksananya. Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapainya hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bias disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau oleh kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut.
4)    Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan

Fungsi penilaian  bagi peserta didik dan guru antara lain:
1)    Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan proses pembelajaran.
2)   Membantu peserta didik dalam mewujudkan dirinya dengan mengubah atau mengembangkan perilakunya ke arah yang lebih baik dan maju.
3)    Membantu peserta didik mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya.
4)   Membantu guru menetapkan apakah strategi, metode, dan media mengajar yang digunakannya telah memadai.
5)   Membantu guru dalam membuat pertimbangan dan keputusan administrasi.
6)   Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik
7)   Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada berbagai pihak, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus-tidaknya peserta didik.
8)   Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dimana hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan- kesulitan tersebut.
9)   Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
E.  Prinsip-prinsip Evaluasi
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana berikut:
1.    Sohih (Valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2.     Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas tidak dipengaruhi subjektifitas penilai.
3.    Adil, penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik.
4.    Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.    Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengembilan keputusan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
6.     Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuaan peserta didik.
7.    Sistematis, yakni penilaian dilakuakn secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku.
8.    Menggunakan acuan kriteria, yakni didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9.    Akuntabel, yakni penilaian  dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik prosedur, maupun hasilnya

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai berikut :
1.    Kontinuitas  Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari dimensi input.
2.    Komprehensif Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain.
3.    Adil dan objektif Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda juga hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4.    Kooperatif Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
5.    Praktis Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut.






BAB II
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN EVALUASI
PEMBELAJARAN

A.  Perencanaan Evaluasi
1.      Menentukan Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi, Anda tentu mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu umum, karena tidak dapat menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi harus dirumuskan sesuai dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi.
Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasil belajar. Menurut Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu :a. Domain kognitif (cognitif domain) ; 1) Pengetahuan ( knowledge) ,2) Pemahaman (comprehension), 3) Aplikasi (aplication), 4) Analisis (analysis) 5) Sintesis (synthesis) 6) Evaluasi (evaluation) b. Domain afektif (affective domain) 1) Penerimaan (recieving) 2) Respons (responding) 3) Penilaian (valuing) 4) Organisasi (organization) 5) Karakterisasi (characterization by a value or value-complex) c. Domain psikomotor (psychomotor domain) 1) Persepsi (perception) 2) Kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set) 3) Respons terbimbing (guided response) 4) Kemahiran (complex overt response) 5) Adaptasi (adaptation) 6) Orijinasi (origination)

2.      Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika materi evaluasi tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan berakibat hasil evaluasi itu  urang baik. Begitu juga jika materi evaluasi terlalu banyak dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau apakah materi evaluasi terlalu banyak atau kurang, Anda harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of specifications). Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Jika Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan memperoleh perangkat soal yang relatif sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran
Sebenarnya, format kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu banyak model format yang dikembangkan para pakar evaluasi. Namun demikian, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai. Komponen identitas meliputi jenis/jenjang madrasah, jurusan/program studi (bila ada), bidang studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor urut soal. Contoh :
KISI-KISI SOAL
Tahun Pelajaran 2013-2014

Nama sekolah            : SMA Muhammadiyah 4
Mata Pelajaran          :  Geografi
Kelas / Jurusan          :  XII / IPS
Semester                     :  1 ( satu )
Jumlah soal                : 40
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
Indikator Pencapaian Kompetensi
Bentuk soal
Nomor soal
Ket
……
……
……
……
……
……
……
……
……
……

Dalam praktiknya, penggunaan kata kerja operasional untuk setiap indicator harus disesuaikan dengan domain dan jenjang kemampuan yang diukur.
Berikut contoh rumusan kata kerja operasional.
a.    Domain kognitif : 1) Pengetahuan/ingatan : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, menyatakan, dan sebagainya. 2) Pemahaman   :   mengubah,   mempertahankan,   membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya. 3) Penerapan : menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan  mengerjakan   dengan   teliti,   menjalankan,   menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan, dan sebagainya. 4) Analisa : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan sebagainya. 5) Sintesa : menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan, merencanakan, menjelaskan, membangkitkan, mengorganisir,  erevisi,
menyimpulkan, menceritakan, dan sebagainya. 6) Evaluasi : menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, dan sebagainya.
b.    Domain afektif : 1) Kemauan menerima : bertanya, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberi, berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan sebagainya. 2) Kemauan menanggapi : menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, dan sebagainya. 3) Berkeyakinan : melengkapi, menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan, bekerjasama, mencoba, dan sebagainya. 4) Ketekunan, ketelitian : merevisi, melaksanakan, memeriksa kebenaran, melayani, dan sebagainya
c.    Domain psikomotor : Menirukan, menggunakan, artikulasi (mengucapkan dengan nyata, menyatukan dengan menyambung), mewujudkan, membina, menukar  membersihkan, menyusun, menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisir, mengikat, mencampur, mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai, memanaskan, mengidentifikasi, dan sebagainya.
3.      Menulis Soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi.
Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda perlu menentukan ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya. Ruang lingkup materi yang hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum yang digunakan agar derajat keesuaian dapat diperoleh secara optimal. Misalnya, aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid, fungsi dan peranan ilmu tajwid, cara membaca. al-Qur’an sesuai dengan tajwid dan makhroj. Selanjutnya, ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara bervariasi agar kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal yang lain. Dalam kisi-kisi, Anda harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada pula sistematika yang lebih sederhana yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta, konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan kemampuan-kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta (grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada non-verbal atau dari verbal ke dalam bentuk rumus), memprakirakan akibat atau konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek aplikasi meliputi kemampuan-kemampuan antara lain : menerapkan hukum/prinsip/teori dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain.
Tingkat kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat mengetahui dan menetapkan berapa jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal untuk tiap-tiap tingkat kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih banyak daripada jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar sama banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %. Contoh :
KISI-KISI SOAL
Tahun Pelajaran 2013-2014

Nama sekolah            : SMA Muhammadiyah 4
Mata Pelajaran          :  Geografi
Kelas / Jurusan          :  XII / IPS
Semester                     :  1 ( satu )
Jumlah soal                : 40
MATERI
PILIHAN GANDA
Ket
Pengetahuan
30%
Pemahaman
30%
Aplikasi
40%
jumlah
A
40%
5
5
6
16

B
40%
5
5
6
16

C
20%
2
2
4
8


BAB III
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS TES

A.  Pengantar
Banyak alat yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi. Salah satunya adalah tes. Istilah tes tidak hanya populer di lingkungan persekolahan tetapi juga di luar sekolah bahkan di masyarakat umum. Anda mungkin sering mendengar istilah tes kesehatan, tes olah raga, tes makanan, tes kendaraan, dan lain-lain. Di sekolah juga sering kita dengar istilah pretes, postes, tes formatif, tes sumatif, dan sebagainya. Dalam kegiatan pembelajaran, tes banyak digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik dalam bidang kognitif, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Penggunaan tes dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak dahulu kala, sejak orang mengenal pendidikan itu sendiri. Artinya, tes mempunyai makna tersendiri dalam pendidikan dan pembelajaran.
Istilah ”tes” berasal dari bahasa Perancis, yaitu ”testum”, berarti piring yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam psikologi dan pendidikan. Dilihat dari jumlah peserta didik, tes dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Dilihat dari kajian psikologi, tes dibagi menjadi empat jenis, yaitu tes intelegensia umum, tes kemampuan khusus, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Dilihat dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes buatan guru dan tes standar. Dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan dan tes tindakan. Tes juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tes kemampuan (power test) dan tes kecepatan (speeds test). Kompetensi yang harus Anda kuasai setelah mempelajari modul ini adalah mengetahui dan memahami berbagai konsep, prinsip dan jenis tes serta terampil mengembangkan tes untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik dalam domain kognitif

B.  Pengembangan Tes Bentuk Uraian
Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan, maka tes dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes kemampuan dan tes kecepatan.
1. Tes Kemampuan (power test) Prinsip tes kemampuan adalah tidak adanya batasan waktu di dalam pengerjaan tes. Jika waktu tes tidak dibatasi, maka hasil tes dapat mengungkapkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sebaliknya, jika waktu pelaksanaan tes dibatasi, maka ada kemungkinan kemampuan peserta didik tidak dapat diungkapkan secara utuh. Artinya, skor yang diperoleh bukan menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Namun demikian, bukan berarti peserta didik yang paling lambat harus ditunggu sampai selesai. Tes kemampuan menghendaki agar sebagian peserta didik dapat menyelesaikan tes dalam waktu yang disediakan. Implikasinya adalah guru harus menghitung waktu  pelaksanaan tes yang logis, rasional, dan proporsional ketika menyusun kisi-kisi tes.
2. Tes Kecepatan (speed test) Aspek yang diukur dalam tes kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada waktu atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah, karena aspek yang diukur benar- benar kecepatan bekerja atau kecepatan berpikir peserta didik, bukan kemampuan lainnya. Misalnya, guru ingin mengetes kecepatan berlari, kecepatan membaca, kecepatan mengendarai kendaraan, dan sebagainya dalam waktu yang telah ditentukan.

Selanjutnya, dilihat dari bentuk jawaban peserta didik, maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis. Tes tertulis ada yang bersifat formal dan ada pula yang bersifat nonformal. Tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh pemerintah. Tes formal mempunyai tujuan yang lebih luas dan didasarkan atas standar tertentu yang berlaku umum. Sedangkan tes nonformal berlaku untuk tujuan tertentu dan lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusi resmi. Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective). Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk uraian. Mengingat bentuk uraian ini banyak kelemahannya, maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk yang lain, yaitu tes objektif. Namun demikian, tidak berarti bentuk uraian ditinggalkan sama sekali. Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata- katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan lainnya.
Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif, karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektifitas guru. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan uraian bebas (extended respons items).
1. Uraian Terbatas Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh :
a. Jelaskan bagaimana terjadinya pergerakan lempeng yang ada di bumi ? ..
b. Sebutkan lima Lempeng yang ada di Dunia  !

2. Uraian Bebas Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun demikian, guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh :
a. Jelaskan kondisi wilayah di daerah yang telah di lada bencana Tsunami !
b. Bagaimana Peranan pemerintah terhadap korban bencana Tsunami tersebut  ?

Sehubungan dengan kedua bentuk uraian di atas, Depdikbud sering menyebutnya dengan istilah lain, yaitu Bentuk Uraian Objektif (BUO) dan Bentuk Uraian Non Objektif (BUNO). Kedua bentuk ini sebenarnya merupakan bagian dari bentuk uraian terbatas, karena pengelompokkan tersebut hanya didasarkan pada pendekatan/cara pemberian skor. Perbedaan BUO dan BUNO terletak pada kepastian pemberian skor. Pada soal BUO, kunci jawaban dan pedoman penskorannya lebih pasti. Kunci jawaban  disusun menjadi beberapa bagian dan setiap bagian diberi skor. Sedangkan pada soal BUNO, pedoman penskoran dinyatakan dalam rentangan (0 – 4 atau 0 – 10), sehingga pemberian skor dapat dipengaruhi oleh unsur subjektif.

Untuk mengurangi unsur subjektifitas ini, Anda dapat melakukannya dengan cara membuat pedoman penskoran secara rinci dan jelas, sehingga pemberian skor dapat relatif sama.
1. Bentuk Uraian Objektif (BUO). Bentuk uraian seperti ini memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan yang relatif lebih pasti, sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif. Sekalipun pemeriksa berbeda tetapi dapat menghasilkan skor yang relatif sama. Soal bentuk ini memiliki kunci jawaban yang pasti, sehingga jawaban benar bisa diberi skor 1 dan jawaban salah 0. Anthony J.Nitko (1996) menjelaskan bentuk uraian terbatas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar yang kompleks, yaitu berupa kemampuan-kemampuan : menjelaskan hubungan sebab-akibat, melukiskan pengaplikasian prinsip- prinsip, mengajukan argumentasi-argumentasi yang relevan, merumuskan hipotesis dengan tepat, merumuskan asumsi yang tepat, melukiskan keterbatasan data, merumuskan kesimpulan secara tepat, menjelaskan metoda dan prosedur, dan hal-hal sejenis yang menuntut kemampuan peserta didik untuk melengkapi jawabannya. Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya dimungkinkan menggunakan dua kategori, yaitu benar atau salah. Untuk setiap kata kunci yang benar diberi skor 1 (satu) dan untuk kata kunci yang dijawab salah atau tidak dijawab diberi skor 0 (nol). Dalam satu rumusan jawaban dapat mengandung lebih dari satu kata kunci, sehingga skor maksimum jawaban dapat lebih dari satu. Kata kunci tersebut dapat berupa kalimat, kata, bilangan, simbol, gambar, grafik, ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan dengan pembagian yang tegas seperti ini, unsur subjektifitas dapat dihindari atau dikurangi. Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk uraian objektif adalah :
a. Tuliskan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban benar secara jelas untuk setiap soal.
b. Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor setengah untuk jawaban yang kurang sempurna. Jawaban yang diberi skor 1 adalah jawaban sempurna, jawaban lainnya adalah 0.
c. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub pertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci sub jawaban dan buatkan skornya

2.  Bentuk Uraian Non-Objektif (BUNO).
Bentuk soal seperti ini memiliki rumusan jawaban yang sama dengan rumusan jawaban uraian bebas, yaitu menuntut peserta didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis sehingga dalam penskorannya sangat memungkinkan adanya unsur subjektifitas. Bentuk uraian bebas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar yang bersifat kompleks, seperti kemampuan menghasilkan, menyusun dan menyatakan ide-ide, memadukan berbagai hasil belajar dari berbagai bidang studi, merekayasa bentuk-bentuk orisinal (seperti mendisain sebuah eksperimen), dan menilai arti atau makna suatu ide. Dalam penyekoran soal bentuk uraian non-objektif, skor dijabarkan dalam rentang. Besarnya rentang skor ditetapkan oleh kompleksitas jawaban, seperti 0 – 2, 0 -4, 0 – 6, 0 – 8, 0 – 10 dan lain-lain. Skor minimal harus 0, karena peserta didik yang tidak menjawab pun akan memperoleh skor minimal tersebut. Sedangkan skor maksimum ditentukan oleh penyusun soal dan keadaan jawaban yang dituntut dalam soal tersebut. Adapun langkah-langkah pemberian skor untuk soal bentuk uraian non-objektif adalah :
a. Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam pemberian skor.
b. Tetapkan rentang skor untuk setiap kriteria jawaban.
c. Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta didik.
d. Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria jawaban sebagai skor peserta didik. Jumlah skor tertinggi dari setiap criteria jawaban disebut skor maksimum dari suatu soal.
e. Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta didik sebelum pindah ke nomor soal yang lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor berbeda terhadap jawaban yang sama.
f. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik untuk setiap soal. Kemudian hitunglah nilai tiap soal dengan rumus :
        Skor perolehan peserta didik
Nilai Tiap Soal = ———————————————— x bobot soal
        skor maksimum tiap butir soal

g. Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah nilai ini disebut nilai akhir dari suatu perangkat tes yang diberikan.


Untuk meningkatkan objektifitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, antara lain :
1. Untuk memperoleh soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula. Anda harus mengingat kembali prinsip-prinsip penyusunan tes dan langkah-langkah pengembangan tes secara umum.
2. Dalam menulis soal bentuk uraian, Anda harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar dapat menghindari kemungkinan terjadinya kerancuan soal dan dapat mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman penyekoran.
3. Setelah menulis soal, Anda harus segera menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok jawaban dan pedoman penyekoran, yang berisi tentang :
a. Batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan penyekoran terhadap soal bentuk uraian objektif.
b. Kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penyekoran terhadap soal bentuk uraian non-objektif.
4. Semua identitas peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan selama memeriksa. Jika memungkinkan, identitas peserta didik cukup diganti dengan kode tertentu
5. Jauhkanlah hal-hal yang dapat mempengaruhi subjektifitas pemberian skor, seperti bentuk tulisan/huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat, kerapihan, dan lain-lain

C.  Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu “metode per nomor (whole method), metode per lembar (separated method), dan metode bersilang (cross method)” (Zainal Arifin, 1991, 30).
1. Metode per nomor. Di sini Anda mengoreksi hasil jawaban peserta didik untuk setiap nomor. Misalnya, Anda mengoreksi nomor satu untuk seluruh peserta didik, kemudian nomor dua untuk seluruh peserta didik, dan seterusnya. Kebaikannya adalah pemberian skor yang berbeda atas dua jawaban yang kualitasnya sama hampir tidak akan terjadi, karena jawaban peserta didik yang satu selalu dibandingkan dengan jawaban peserta didik yang lain. Sedangkan kelemahannya adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan waktu banyak.
2. Metode per lembar. Di sini Anda mengoreksi setiap lembar jawaban peserta didik mulai dari nomor satu sampai dengan nomor terakhir. Kebaikannya adalah relatif lebih murah dan tidak memakan waktu banyak. Sedangkan kelemahannya adalah guru sering memberi skor yang berbeda atas dua jawaban yang sama kualitasnya, atau sebaliknya.
3. Metode bersilang. Disini Anda mengoreksi jawaban peserta didik dengan jalan menukarkan hasil koreksi dari seorang korektor kepada korektor yang lain. Jika telah selesai dikoreksi oleh seorang korektor, lalu dikoreksi kembali oleh korektor yang lain. Kelebihannya adalah faktor subjektif dapat dikurangi. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Dalam pelaksanaan pengoreksian, Anda boleh memilih salah satu diantara ketiga metode tersebut, atau mungkin Anda menggunakannya secara bervariasi Hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya, Anda menghendaki hasil jawaban yang betul-betul objektif, maka lebih tepat bila kita menggunakan metode bersilang. Sebaliknya, bila ada waktu luang, Anda dapat menggunakan metode pernomor atau metode per lembar.
Selanjutnya, Zainal Arifin (1991 : 30) mengemukakan “ di samping metode- metode di atas, ada juga metode lain untuk mengoreksi jawaban soal bentuk uraian, yaitu “analytical method dan sorting method”.
1. Analytical method, yaitu suatu cara untuk mengoreksi jawaban peserta didik dan guru sudah menyiapkan sebuah model jawaban, kemudian dianalisis menjadi beberapa langkah atau unsur yang terpisah, dan setiap langkah dengan tingkat kebenarannya.
2. Sorting method, yaitu metode memilih yang dipergunakan untuk member skor terhadap jawaban-jawaban yang tidak dibagi-bagi menjadi unsur-unsur. Jawaban-jawaban peserta didik harus dibaca secara keseluruhan.

Anda juga dapat menggunakan metode lain untuk pemberian skor soal bentuk uraian, yaitu :
1. Point method, yaitu setiap jawaban dibandingkan dengan jawaban ideal  yang telah ditetapkan dalam kunci jawaban dan skor yang diberikan untuk setiap jawaban akan bergantung kepada derajat kepadanannya dengan  unci jawaban. Metode ini sangat cocok digunakan untuk bentuk uraian terbatas, karena setiap jawaban sudah dibatasi dengan kriteria tertentu.
2. Rating method, yaitu setiap jawaban peserta didik ditetapkan dalam salah satu kelompok yang sudah dipilah-pilah berdasarkan kualitasnya selagi jawaban tersebut dibaca. Kelompok-kelompok tersebut menggambarkan kualitas dan menentukan berapa skor yang akan diberikan kepada setiap jawaban. Misalnya, sebuah soal akan diberi skor maksimum 8, maka bagi soal tersebut dapat dibuat 9 kelompok jawaban dari 8 sampai 0. Metode ini sangat cocok digunakan untuk bentuk uraian bebas. Setiap bentuk soal tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga bentuk uraian.
Kebaikan tes bentuk uraian antara lain
(1) menyusunnya relative mudah
(2) guru dapat menilai peserta didik mengenai kreatifitas, menganalisa dan mengsintesa suatu soal. Hal ini berarti memberikan kebebasan yang luas kepada peserta didik untuk menyatakan tanggapannya
(3) guru dapat memperoleh data-data mengenai kepribadian peserta didik
(4) peserta didik tidak dapat menerka-nerka
(5) derajat ketepatan dan kebenaran peserta didik dapat dilihat dari ungkapan kalimat-kalimatnya
(6) sangat cocok untuk mengukur dan menilai hasil belajar yang kompleks, yang sukar diukur dengan mempergunakan bentuk objektif.
Kelemahan tes bentuk uraian antara lain
(1) sukar sekali menilai jawaban peserta didik secara tepat dan komprehensif
(2) ada kecenderungan guru untuk memberikan nilai seperti biasanya  
(3) menghendaki respon-respon yang relatif panjang
(4) untuk mengoreksi jawaban diperlukan waktu yang lama
(5) guru sering terkecoh dalam memberikan nilai, karena keindahan kalimat dan tulisan, bahkan juga oleh lembar jawaban
(6) hanya terbatas pada guru-guru yang menguasai materi yang dapat mengoreksi jawaban peserta didik, sehingga kurang praktis bila jumlah peserta didik cukup banyak.
Dalam menyusun soal bentuk uraian, ada baiknya Anda ikuti petunjuk praktis berikut ini.
1. Materi yang akan diujikan hendaknya materi yang kurang cocok diukur dengan menggunakan bentuk objektif, seperti :
a. Kemampuan peserta didik untuk menyusun pendapatnya mengenai suatu masalah.
b. Hasil pekerjaan anak didik setelah mengadakan kegiatan seperti peninjauan, kerja nyata, dan sebagainya.
c. Kemampuan peserta didik dalam hal berbahasa Arab.
d. Kecakapan peserta didik dalam memecahkan masalah.
2. Setiap pertanyaan hendaknya menggunakan petunjuk dan rumusan yang jelas dan mudah dipahami, sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada peserta didik. Misalnya :
a. Apa perbedaan antara ikhfa dengan izhar. Berikan masing-masing dua buah contoh hurufnya.
b. Apa yang dimaksud dengan yaumid din dalam surat al-Fatihah ?
c. Mengapa setiap muslim harus melaksanakan sholat wajib ?
3. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih beberapa soal dari sejumlah soal yang diberikan, sebab cara demikian tidak memungkinkan untuk memperoleh skor yang dapat dibandingkan.
4. Persoalan yang terkandung dalam tes bentuk uraian hendaknya difokuskan pada hal-hal seperti : menelaah persoalan, melukiskan persoalan, menjelaskan persoalan, membandingkan dua hal atau lebih, mengemukakan kritik terhadap sesuatu, menyelesaikan suatu persoalan seperti menghitung, membuat contoh mengenai suatu pengertian, memecahkan suatu persoalan dengan jalan mengaplikasikan prinsip-prinsip yang telah dikuasainya, dan menyusun suatu konsepsi.

Analisis Soal Bentuk Uraian Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk uraian. Pertama, secara rasional yang dilakukan sebelum tes itu digunakan/diujicobakan seperti menggunakan kartu telaah. Contoh :













BAB IV
PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF, LISAN DAN
TINDAKAN

A.  Pengantar
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Siapapun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip. Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban singkat. Setelah mempelajari materi kegiatan belajar 2 ini, Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan fungsi soal bentuk benar-salah
2. Menjelaskan aspek-aspek yang diukur dalam bentuk benar-salah
3. Menyebutkan pengertian bentuk soal variasi berganda
4. Menjelaskan fungsi soal bentuk menjodohkan
5. Menyebutkan kebaikan tes bentuk jawaban singkat dan melengkapi
6. Menyebutkan kelemahan tes objektif
7. Menjelaskan pengertian tes lisan
8. Menjelaskan tujuan tes tindakan
9. Menyebutkan kelebihan tes tindakan
10.Menjelaskan objek tes tindakan

B.  Pengembangan Tes Objektif
1.      Benar-Salah (true-false, or yes-no)
Bentuk tes benar-salah (B – S) adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk menentukan pilihannya mengenai pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk mengerjakan soal. Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dengan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana. Jika akan digunakan untuk mengukur kemampuan yang lebih tinggi, paling juga untuk kemampuan menghubungkan antara dua hal yang homogen.  Dalam penyusunan soal bentuk benar-salah tidak hanya menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan tetapi juga dalam bentuk gambar, tabel dan diagram.
Di dalam petunjuk pengerjaan soal hendaknya ditekankan agar peserta didik bekerja dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, petunjuk perlu ditambahkan dengan kata-kata, “Bekerjalah dengan cepat dan tepat agar dalam waktu 50 menit Anda dapat menyelesaikannya”. Di samping itu, perlu ditekankan pula agar peserta didik jangan main terka atau main tebak. Dalam bentuk ini ada baiknya kita menyediakan lembar jawaban tersendiri, terpisah dari lembar soal. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengoreksian lembar jawaban.
Kebaikan tes bentuk B – S antara lain
(1) mudah disusun dan dilaksanakan, karena itu banyak digunakan
(2) dapat mencakup materi yang lebih luas. Namun demikian, tidak semua materi dapat                                                                        diukur dengan bentuk benar-  salah
(3) dapat dinilai dengan cepat dan objektif
(4) banyak digunakan untuk mengukur fakta-fakta dan prinsip-prinsip.
Sedangkan kelemahan tes bentuk B – S antara lain
(1) ada kecenderungan peserta didik menjawab coba-coba
(2) pada umumnya memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang rendah, kecuali jika   itemnya banyak sekali
(3) sering terjadi kekaburan, karena itu sukar untuk menyusun item yang benar-benar jelas
(4) dan terbatas mengukur aspek pengetahuan saja.

Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk B – S :
a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, jika jumlah item kurang dari 50, kiranya kurang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama. c. Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana.
d. Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan negatif.
e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki.Misalnya, biasanya, umumnya, selalu. Usaha Memperbaiki Soal Bentuk B – S
 Kelemahan yang paling menyolok dari bentuk tes benar–salah ini adalah sangat mudahnya ditebak tanpa dapat diketahui oleh korektor. Untuk menghilangkan kelemahan ini, maka orang menambahkan pada item benar- salah ini dengan “koreksi”. Di sini peserta didik tidak hanya dituntut memilih benar atau salah dari setiap item, tetapi harus dapat memberikan koreksi jika item tersebut dinyatakan salah oleh peserta didik yang bersangkutan.

2.      Pilihan-Ganda (multiple-choice)
Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Soal tes bentuk pilihan-ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pembawa pokok persoalan dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan dan dapat pula dalam bentuk pernyataan (statement) yang belum sempurna yang sering disebut stem. Sedangkan pilihan jawaban itu mungkin berbentuk perkataan, bilangan atau kalimat dan sering disebut option.
Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar atau yang paling benar, selanjutnya disebut kunci jawaban dan kemungkinan jawaban salah yang dinamakan pengecoh (distractor atau decoy atau fails) namun memungkinkan seseorang memilihnya apabila tidak menguasai materi yang ditanyakan dalam soal. Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan baku. Anda bisa membuat 3, 4 atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak (chance of guessing), sehingga dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas soal. Semakin banyak alternatif jawaban, semakin kecil kemungkinan peserta didik menerka. Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk soal pilihan-ganda, antara lain : mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan sebab-akibat; danmenilai metode dan prosedur.
Ada beberapa jenis tes bentuk pilihan-ganda, yaitu :
a.      Distracters, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa pilihan jawaban yang salah, tetapi disediakan satu pilihan jawaban yang benar. Tugas peserta didik adalah memilih satu jawaban yang benar itu.

1.      Pengetahuan geografi diyakini sudah  lama dikenal manusia. Pernyataan ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa . . .
a.       peta lokasi telah dibuat manusia prasejarah
b.      manusia prasejarah telah dapat membuktikan bahwa Bumi itu bulat
c.       untuk bertahan hidup, manusia harus   berinteraksi dengan lingkungan
d.      di Yunani telah muncul geograf pada abad Sebelum Masehi
e.        manusia prasejarah harus  erpindah- pindah mencari makan dan tempat tinggal

b.  Analisis hubungan antara hal, yaitu bentuk soal yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan peserta didik dalam menganalisis hubungan antara pernyataan dengan alasan (sebab-akibat). Contoh : Pada soal di bawah ini terdapat kalimat yang terdiri atas pernyataan (statement) dan alasan (reason). Pilihan Jawaban :
A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan alasan merupakan sebab dari pernyataan.
B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi alasan bukan merupakan sebab dari pernyataan.
C. Jika pernyataan benar, tetapi alasan salah.
 D. Jika pernyataan salah, tetapi alasan benar.
E. Jika pernyataan salah, dan alasan salah.
Soal :  
Presiden Republik Indonesia tinggal di Jakarta SEBAB Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia.
Penjelasan :
1. “Presiden Republik Indonesia tinggal di Jakarta” merupakan pernyataan yang benar.
2. “Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia” merupakan alas an yang benar dan merupakan sebab dari pernyataan.
Jawaban : Jadi, jawaban yang betul adalah A.
c. Variasi negatif, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa pilihan jawaban yang benar tetapi disediakan satu kemungkinan jawaban yang salah. Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang salah tersebut.
1. Berikut tujuan mempelajari geografi, kecuali . . . .
a.       memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis geografis dalam memahami gejala geosfer
b.      . memiliki kemampuan untuk menguasai Bumi
c.       memupuk rasa cinta pada tanah air
d.      menghargai keberadaan negara asing
e.        mampu menghadapi masalah akibat interaksi manusia dengan lingkungannya
d. Variasi berganda, yaitu memilih beberapa kemungkinan jawaban yang semuanya benar, tetapi ada satu jawaban yang paling benar.
    Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang paling benar. Contoh : Peserta didik hendaknya menghormati ... a. Sesama teman b. Guru-gurunya

Kebaikan soal bentuk pilihan-ganda antara lain
(1) cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan objektif
(2) kemungkinan peserta didik menjawab dengan terkaan dapat dikurangi
(3) dapat digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam berbagai jenjang kemampuan kognitif
(4) dapat digunakan berulang-ulang
(5) sangat cocok untuk jumlah peserta tes yang banyak.
Adapun kelemahan tes bentuk pilihan- ganda antara lain
(1) tidak dapat digunakan untuk mengukur kemampuan verbal dan pemecahan masalah
(2) penyusunan soal yang benar-benar baik membutuhkan waktu lama
(3) sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogin, logis, dan berfungsi.

Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk pilihan-ganda :
a. Harus mengacu kepada kompetensi dasar dan indikator soal.
b. Berilah petunjuk mengerjakannya dengan jelas.
c. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik.
d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti.
e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus.
f. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogin dan logis.
g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada itemnya.
h. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah diasosiasikan.

3. Menjodohkan (matching)
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan- ganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan jawaban. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak dari jumlah persoalan. Bentuk soal menjodohkan sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan menghubungkan antara dua hal. Semakin banyak hubungan antara premis dengan respon dibuat, maka semakin baik soal yang disajikan.
Kebaikan soal bentuk menjodohkan antara lain
(1) relatif mudah disusun
(2) penyekorannya mudah, objektif dan cepat
(3) dapat digunakan untuk menilai teori dengan penemunya, sebab dan akibatnya, istilah dan definisinya
(4) materi tes cukup luas.
Adapun kelemahan soal bentuk menjodohkan yaitu
(1) ada kecenderungan untuk menekankan ingatan saja
(2) kurang baik untuk menilai pengertian guna membuat tafsiran. 

Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk menjodohkan :
a. Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami.
b. Harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator.
c. Hendaknya kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri sedangkan jawabannya di sebelah kanan.
d. Jumlah alternatif jawaban he ndaknya lebih banyak daripada jumlah soal.
e. Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika tertentu. Misalnya, sebelum pada pokok persoalan, didahului dengan stem, atau bisa juga langsung pada pokok persoalan.
f. Hendaknya seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu halaman.
g. Gunakan kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok persoalan.







4. Jawaban Singkat (short answer) dan Melengkapi (completion)
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, soal tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat, berupa kata, prase, nama, tempat, nama tokoh, lambang, dan lain-lain.
Kebaikan tes bentuk jawaban singkat dan melengkapi antara lain
(1) relatif mudah disusun
(2) sangat baik untuk menilai kemampuan peserta didik yang berkenaan dengan fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan terminology
(3) menuntut peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya secara singkat dan jelas (
4) pemeriksaan lembar jawaban dapat dilakukan dengan objektif.
Adapun kelemahannya adalah
(1) pada umumnya hanya berkenaandengan kemampuan mengingat saja, sedangkan kemampuan yang lain agak terabaikan
(2) pada soal bentuk melengkapi, jika titik-titik kosong yang harus diisi terlalu banyak, para peserta didik sering terkecoh
(3) dalam memeriksa lembar jawaban dibutuhkan waktu yang cukup banyak.

Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk jawaban singkat dan melengkapi :
 a. Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai.
b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil pernyataan langsung dari buku (textbook).
c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat. \
d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah untuk masalah yang urgen saja.
e. Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif jawaban.
f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat dipersingkat dan jelas.


5. Cara Mengoreksi Soal Bentuk Tes Objektif :
Sesudah soal disusun, kemudian diadakan tes, maka selanjutnya guru mengoreksi jawaban peserta didik dari tiap item yang diberikan. Untuk mengoreksi jawaban tersebut, guru harus menggunakan kunci jawaban (scoring key) sebagai acuan atau patokan yang pokok. Jika kunci jawaban ini sudah disediakan, maka siapapun dapat mengoreksi jawaban tersebut secara cepat dan tepat. Ada pula cara lain untuk mengoreksi jawaban peserta didik, yaitu kunci,jawaban diambil dari lembar jawaban, kemudian dilubangi sesuai dengan jawaban yang benar dan bila diletakkan di atas lembar jawaban, tepat berada di atas alternatif jawaban yang benar tersebut.
1.      A-B-C-O-E
2.      A-O-C-D-E
3.      A-B-C-D-O
4.      O-B-C--D-E
5.      A-O-C-D-E
6.      A-B-C-O-E
7.      A-O-C-D-E
8.      A-B-C-D-O
9.      O-B-C--D-E
10.  A-O-C-D-E


11.  A-B-C-O-E
12.  A-O-C-D-E
13.  A-B-C-D-O
14.  O-B-C--D-E
15.  A-O-C-D-E
16.  A-B-C-O-E
17.  A-O-C-D-E
18.  A-B-C-D-O
19.  O-B-C--D-E
20.  A-O-C-D-E


 








Keterangan : O adalah yang dilubangi sebagai kunci jawaban

1.      A-B-C-X-E
2.      A-X-C-D-E
3.      A-B-C-D-X
4.      X-B-C--D-E
5.      A-X-C-D-E
6.      A-B-C-X-E
7.      A-X-C-D-E
8.      A-B-C-D-X
9.      X-B-C--D-E
10.         A-X-C-D-E



11.  C-X-E
12.  A-X-C-D-E
13.  A-B-C-D-X
14.   X-B-C--D-E
15.  A-X-C-D-E
16.  A-B-C-X-E
17.  A-X-C-D-E
18.  A-B-C-D-X
19.  X-B-C--D-E
20.         A-X-C-D-

Contoh apabila menggunakan kertas trasnparansi








Keterangan : tanda X adalah kunci jawaban yang  benar




C.  Kebaikan dan Kelemahan Test Objektif
1.      Kebaikan Tes Objektif
Kebaikan tes objektif antara lain
(1) seluruh ruang lingkup (scope) yang diajarkan dapat dinyatakan pada item-item tes objektif
(2) kemungkinan jawaban spekulatif dalam ujian dapat dihindarkan
(3) jawaban bersifat mutlak, karena itu penilaian dapat dilakukan secara objektif
(4) pengoreksian dapat dilakukan oleh siapa saja, sekalipun tidak mengetahui dan menguasainmaterinya
(5) pemberian skor dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
(6) korektor tidak akan terpengaruh oleh baik-buruknya tulisan
(7) tidak mungkin terjadi dua orang peserta didik yang jawabannya sama, tetapi mendapat skor yang berbeda.

2.      Kelemahan Tes Objektif
Sedangkan kelemahannya adalah
(1) mengkontruksi soalnya sangat sulit
(2) membutuhkan waktu yang lama
(3) ada kemungkinan peserta didik mencontoh jawaban orang lain dan berpikir pasif
 (4) umumnya hanya mampu mengukur proses-proses mental yang dangkal.

D.  Pengembangan Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Tes lisan dapat berbentuk seperti berikut : 1. Seorang guru menilai seorang peserta didik. 2. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik. 3. Sekelompok guru menilai seorang peserta didik. 4. Sekelompok guru menilai sekelompok peserta didik. Kebaikan tes lisan antara lain (1) dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan (2) tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya saja (3) kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari.

Sedangkan kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta-didiknya banyak (2) sering muncul unsur subjektifitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik. Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah : 1. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor subjektifitas, misalnya dilihat dari kecantikan, kekayaan, anak pejabat atau bukan, hubungan keluarga.2. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemukakan oleh peserta didik. Biasanya kita memberikan penilaian setelah tes itu selesai. Cara ini termasuk cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh jawaban- jawaban yang terakhir. 3. Catatlah hal-hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang lingkup jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan dan tak sesuai dengan jawaban peserta didik. 4. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang- kadang ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentak- bentak peserta didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini harus dihindari, karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik menjadi terhambat, sehingga apa yang dikemukakan oleh mereka tidak mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya. 5. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran. Demikianlah beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut petunjuk praktisnya. Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan tes lisan. Petunjuk-petunjuk praktis untuk suatu ujian biasanya telah dimuat sebagai pedoman seperti yang telah disebutkan tadi. Jadi, Anda harus mempelajari petunjuk praktis itu sebaik-baiknya sebelum kegiatan tes dimulai.

E.  Pengembangan Tes Tindakan (performance test)
 Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stigins (1994 : 375) mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes dimana peserta didik diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemontrasikan”. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes tindakan sangat bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan/perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur, sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana jenis tes yang lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan tes tindakan adalah (1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan (2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan kesesuaian antara pengetahuan teori dengan keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap (3) dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta didik untuk menyontek (4) guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil penilaian, seperti penbelajaran remedial. Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah (1) memakan waktu yang lama (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar (3) cepat membosankan (4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidak mempunyai arti apa-apa lagi (5) memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.



















BAB V
PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI JENIS  NON TES

A.  Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan di modul sebelumnya bahwa alat evaluasi dapat menjadi beberapa jenis bergantung dari sudut mana kita melihatnya. Jika dilihat dari teknik atau cara yang digunakan, maka alat evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Pada modul ini kita akan membahas teknik nontes. Jenis nontes dapat digunakan jika Anda ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, dan lain-lain. Setiap dimensi dan aspek yang diukur memerlukan alat atau instrumen yang berbeda. Kompetensi yang harus Anda kuasai setelah mempelajari modul ini adalah mengetahui dan memahami berbagai alat evaluasi jenis non-tes serta terampil mengembangkan alat tersebut untuk mengukur kemampuan non-kognitif peserta didik. Untuk menguasai kompetensi tersebut di atas, maka dalam modul ini akan dibagi menjadi dua kegiatan belajar, yaitu Kegiatan Belajar 1 membahas tentang observasi, wawancara dan skala sikap. Kegiatan Belajar 2 membahas tentang daftar cek, skala penilaian, angket, studi kasus, catatan insidental dan sosiometeri serta teknik memberikan penghargaan. Untuk menguasai kompetensi tersebut, Anda harus mempelajari modul ini dengan baik sesuai dengan petunjuk pengerjaan modul, sehingga Anda betul-betul dapat mempraktikkannya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di Madrasah. Anda juga harus banyak latihan mengembangkan alat evaluasi jenis non-tes dalam kegiatan pembelajaran, sehingga Anda dapat menguasai berbagai alat evaluasi jenis non-tes, baik teori maupun praktik.

B.  Observasi (observation)
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, dimana kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, Anda sering melihat, mengamati dan melakukan interpretasi. Dalam kehidupan sehari-haripun kita sering mengamati orang lain. Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk membuat judgement yang lebih reliabel.
Hal yang harus dipahami oleh Anda adalah bahwa tidak semua apa yang dilihat disebut observasi. Observasi yang Anda lakukan di kelas tidak cukup dengan hanya duduk dan melihat melainkan harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan aspek-aspek tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan Anda dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.
Observasi merupakan salah satu alat evaluasi jenis nontes yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Observasi tidak hanya digunakan dalam kegiatan evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama penelitian kualitatif (qualitative research).
Tujuan utama observasi adalah
(1) untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan,
(2) untuk mengukur perilaku kelas, interaksi antara peserta didik dengan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skills). Dalam evaluasi, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain.
Jika Anda ingin menggunakan observasi sebagai alat evaluasi, maka Anda harus memahami tentang :
1.  Konsep dasar observasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, peranan, karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur observasi.
2.   Perencanaan observasi, seperti menentukan kegiatan apa yang akan diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana sampling, menyusun pedoman observasi, melatih pihak-pihak yang akan melakukan observasi dalam menggunakan pedoman observasi.
3  . Prosedur observasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan dan


C.  Wawancara (interview)
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer) atau guru dengan orang yang diwawancarai (interviewee) atau peserta didik tanpa melalui perantara. Sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik melalui perantara orang lain atau media. Jadi, tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah :
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu. Wawancara mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan wawancara antara lain
(1) dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik, sehingga informasi yang diperoleh dapat diketahui objektifitasnya
(2) dapat memperbaiki proses dan hasil belajar
(3) pelaksanaan wawancara lebih fleksibel,dinamis dan personal.
Sedangkan kelemahan wawancara adalah
(1) jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
(2) adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan
(3) sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta didik yang diwawancarai  dan sikap overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.
Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut :
1. Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2. Bentuk petanyaan tak berstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka dimana peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada peserta didik, karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
3. Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.




D.  Skala Sikap (attitude scale)
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Anda perlu mengetahui norma-norma yang ada pada peserta didik, bahkan sikap peserta didik terhadap dunia sekitarnya, terutama terhadap mata pelajaran dan lingkungan madrasah. Jika terdapat sikap peserta didik yang negatif, Anda perlu mencari suatu cara atau teknik tertentu untuk menempatkan atau mengubah sikap negatif itu menjadi sikap yang positif.
Dalam mengukur sikap, Anda hendaknya memperhatikan tiga komponen sikap, yaitu
(1) kognisi, yaitu berkenaan dengan pengetahuan peserta didik tentang objek,
(2) afeksi, yaitu berkenaan dengan perasaan peserta didik terhadap objek, dan
(3) konasi, yaitu berkenaan dengan kecenderungan berprilaku peserta didik terhadap objek. Anda juga harus memilih salah satu model skala sikap.

Adapun model-model skala sikap yang biasa digunakan untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek, antara lain :
1. Menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
2. Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap itu, seperti : selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah dan tidak pernah.
3. Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti : bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Ada juga istilah-istilah lain, seperti : sangat setuju, setuju, ragu-ragu (tidak punya pendapat), tidak setuju, dan sangat tidaksetuju.
4. Menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti : sangat rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti : selalu (diberi kode 5), kadang-kadang (4), jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1). Salah satu model untuk mengukur sikap, yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Dalam skala Likert, peserta didik tidak disuruh memilih pernyataan-pernyataan yang positif saja, tetapi memilih juga penyataan-pernyataan yang negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.
Untuk menyusun skala Likert, Anda perlu mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.  Memilih variabel afektif yang akan diukur.
2. Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang akan diukur.
3.  Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
4. Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan.
5. Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian.
6. Melakukan uji-coba.
7. Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik.
8. Melaksanakan penilaian.




















DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2005 (Cet. Ke-5).
Drs. Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2011 (cet. Ke 3).
Team Departemen Pendidikan Nasional. Perangkat Penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP SMA. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. 2008.
Dr. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung: 1990.
Prof. Dr. S. Nasution. Didaktik Asas-asas Mengajar. Penc. JEMMARS. Bandung. 1986.
















CATATAN SELAMA KULIAH































………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

 



































………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

 































BAHAN AJAR EVALUASI PENDIDIKAN  GEOGRAFI
Oleh : SUPRIYONO,S.Pd.